BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar
Belakang Masalah
Manusia
adalah makhluk yang paling utama yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi
ini untuk memakmurkan, memelihara, mengelolah, memanfaatkan dan
menyelenggarakan kehidupan di muka bumi ini dalam rangka pengapdian kepada
Allah SWT itu tidak putus, maka manusia dibekali keinginan terhadap lawan jenis
dan saling membutuhkan untuk menumpahkan rasa kasih sayang sekaligus sebagai
realisasi penyaluran kebutuhan biologisnya.
Perkawinan
merupakan jalan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera yang
diridhoi dan diberkahi oleh Allah SWT. Perkawinan juga merupakan sunnah Rasulullah
SAW, dimana sebagai umatnya kita harus mengikuti.
1.2
Rumusan Masalah
berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai
berikut :
- Bagaimana pengertian perkawinan
menurut islam ?
- Bagaimana tujuan perkawinan ?
- Bagaimana hak dan kewajiban
suami istri dalam rumah tangga ?
3.Tujuan
Penulisan
Sesuai
dengan perumusan masalah di atas, maka penulisan ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
- untuk mengetahui peranan
perkawinan dalam kehidupan
- untuk mengetahui tujuan dari pernikahan
- untuk mengetahui hikmah
pernikahan
4.Dasar
Pandangan
Sebagaimana
hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT dalam ( Q.S Ar-Rum:21) yang artinya:
“ Dan
di antara kebesaran-Nya adalah dikaruniakan bagimu istri-istri dari jenismu
sendiri supaya kamu merasa tentram denganya dan Allah menciptakan di antara
keduanya perasaan cinta dan kasih sayang sesungguhnya yang demikian itu adalah
menjadi bukti bagi mereka yang mau berfikir.”
Sabda Nabi
Muhammad SAW dalam hadits (H.R. Muttafaq'alih) yang artinya :
“ hai
para pemuda barang siapa di antara kamu yang telah sanggup menikah maka
hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat mencegah dari memandang
barang haram dan menjaga kesucian kemaluan. Sedangkan barang siapa yang tidak
sanggup hendaklah berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya.
1.5
Metode Penulisan
Dalam metode
penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kualitatif dan studi pustaka
yang dilakukan dengan menerangkan segala sesuatu tentang Pernikahan.
BAB II
PERNIKAHAN
- Hukum Islam Tentang Pernikahan
2.1.1
Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah
menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan
sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata :
“Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
2.1.2
Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin
Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang
keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang
berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain
berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya ….
Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar
seraya bersabda :
“Artinya
: Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi
aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia
tidak termasuk golonganku”
2.1.3 Kedudukan Perkawinan dalam Islam
-
Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat
sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya)
sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar
mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
-
Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal
nafsunya.
-
Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan
untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
-
Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi
nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
-
Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi
nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya
keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang
Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran
utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah
menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang
perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara
pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam
Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni
keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya
: Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain.
Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal
shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian
termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan
bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan
selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”.
Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan
perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam,
Allah berfirman : “Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu
pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang
terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak
yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah
Perkahwinan
• cara yang
halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
2.2 Tata Cara Perkawinan Dalam
Islam
Islam telah
memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih
-peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
- Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq ‘alaihi).
- Aqad Nikah
Dalam aqad
nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah
kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh
sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami) : "Aku terima
nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran
perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia
binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya
Mahar .
Mahar (atau
diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar
oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan
tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali
dengan keridhaannya. Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada
perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar
misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah
berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya
Wali.
Yang
dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang
paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya,
dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah
seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
1.Syarat
wali
• Islam,
bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis
wali
• Wali
mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa)
mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya
dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon
isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya
Saksi-saksi.
1. Syarat-syarat
saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
- Walimah
Walimatul
‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek
makanan. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
• Perempuan
yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya)
dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu,
anak kamu, adik-beradik kamu, ibu saudara sebelah bapak, emak saudara sebelah
ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara
perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
o Ibu
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
2.3
Tujuan dan Hikmah Pernikahan Menurut Islam
Kompilasi
Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan perkawinan (pernikahan) adalah “untuk
mewujudkan kehidupan rumahtangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah:, yaitu
rumahtangga yang tenteram, penuh kasih sayang, serta bahagia lahir dan batin.
Rumusan ini
sesuai dengan firman Allah SWT :
Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum (30)
: ayat 21)
Tujuan
perkawinan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat biologis yang
menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas,
meliputi segala aspek kehidupan rumah tangga, baik lahiriah maupun batiniah.
Sejalan
dengan tujuannya, perkawinan memiliki sejumlah hikmah atau keuntungan bagi
orang yang melakukannya. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (3, Ajaran,
Perkawinan halaman 66), serta menurut Sayid Sabiq, ulama fikih kontemporer (I.
Istanha, Mesir, 1915) dalam bukunya Fiqh as-Sunnah, mengemukakan sebagai
berikut :
1. Dapat menyalurkan
naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
Bagi
manusia, naluri tersebut sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran
yang baik. Jika tidak, dapat mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya.
Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tenteram serta
terpelihara dari perbuatan keji dan rendah (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21).
2.
Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga
kelestarian hidup umat manusia.
Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang
diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa’ (4): ayat 1)
Allah
menjadikan bagi kamu isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl (16): ayat 72)
3. Naluri
keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumahtangga
bersama anak-anak.
Hubungan itu
akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling
menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia.
(QS.30:21, 16:72).
4.
Melahirkan organisasi (tim) dengan pembagian tugas/tanggungjawab tertentu,
serta melatih kemampuan bekerjasama.
Tugas intern
pengaturan rumahtangga termasuk memelihara dan mendidik anak yang umumnya
menjadi tugas utama isteri dan tentunya harus bekerjasama dengan suami; mencari
nafkah yang menjadi kewajiban suami dapat dibantu oleh istrinya; pengelolaan
keuangan yang sebaiknya menjadi bagian dari isteri, namun dengan seijin suami
dalam pembelanjaannya. Ini semua meningkatkan sikap disiplin, rajin, kerja
keras, syukur, sabar, dan tawakal.
5. Terbentuknya
tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial
dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.
Dalam agama
Islam, syarat perkawinan adalah :
(1)
persetujuan kedua belah pihak,
(2) mahar (mas kawin),
(3) tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
Bila syarat perkawinan tak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
Sedangkan rukun perkawinan adalah :
(1) calon suami,
(2) calon isteri,
(3) wali,
(4) saksi dan
(5) ijab kabul.
(2) mahar (mas kawin),
(3) tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
Bila syarat perkawinan tak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
Sedangkan rukun perkawinan adalah :
(1) calon suami,
(2) calon isteri,
(3) wali,
(4) saksi dan
(5) ijab kabul.
- Tata Cara Perkawinan Dalam
Islam
Islam adalah
agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak
ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak
ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut
nampak kecil dan sepele. Termasuk tata cara perkawinan Islam yang begitu agung
nan penuh nuansa. Dan Islam mengajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa
lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan
dan melelahkan serta bertentangan dengan syariat Islam. Islam telah memberikan
konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan
Sunnah yang Shahih. Dalam kesempatan kali ini redaksi berupaya menyajikannya
secara singkat dan seperlunya. Adapun Tata Cara atau Runtutan Perkawinan Dalam
Islam adalah sebagai berikut:
I. Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih
dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini
Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan
dipinang (HR: [shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
II. Aqad Nikah
Dalam aqad
nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
III.
Walimah
Walimatul
'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu
sejelek-jelek makanan. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
artinya: "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin
tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia
durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (HR: [shahih] Muslim 4:154 dan
Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai
catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya
maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
artinya: "Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan
jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (HR: [shahih]
Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id
Al-Khudri).
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Perkawinan
adalah ikatan yang sangat penting, karena mengatur dan menata pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dengan ijab kabul supaya
pergaulannya syah. Dari perkawinan ini akan mendapatkan anak keturunan yang
menjadi harapan setiap pasangan suami istri, sebab anak merupakan kelanjutan
keturunan yang akan memberi pengaruh terhadap kehidupan umat di masa yang akan
datang.
- Kritik dan Saran
Penulis
menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca