*Jagalah Allah, Pasti
Allah akan Menjagamu *
Menanamkan sikap bahwa segala kata, perbuatan dan pikiran kita selalu
diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala sangat penting untuk meningkatkan
kualitas amalan kita. Betapa tidak, bukankah ketika melakukan suatu amalan yang
baik maka seorang hamba selalu berharap agar dicatat dan diganjar oleh Allah
dan dinilai-Nya ikhlash karena-Nya. Sebaliknya bila amalan itu buruk, pastilah
seorang hamba berharap tak ada yang mengetahuinya. Padahal semua itu
pastilah diketahui oleh Allah sebab Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Karena itu, sudah sepantasnyalah seorang hamba merasa dirinya selalu
diawasi oleh Allah sehingga semua amalannya terjaga dan dijalankan dengan
sebaik-baiknya. Ini semua, tentunya berkat penjagaan seorang hamba terhadap
Rabbnya di mana buahnya, Rabbnya pun akan selalu menjaganya.
Naskah Hadits
Dari Ibn ‘Abbas RA., dia berkata,
“Suatu hari aku
berada di belakang Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam., lalu beliau bersabda,
‘Wahai Ghulam, sesungguhnya ku ingin mengajarkanmu beberapa kalimat
(nasehat-nasehat), ‘Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti
kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah
dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah,
bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa’at
bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah
ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu
(membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu
kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah
diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. at-Turmudzy, dia
berkata, ‘Hadits Hasan Shahih’. Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad)
Urgensi Hadits
Al-Hafizh Ibn Rajab
Radiayallahu Anhu., berkata, “Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan
kaidah Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen.
Saking urgennya, sebagian ulama pernah berkata, ‘Aku sudah merenungi
hadits ini, ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat
sia-sia. Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan
kurang memahami maknanya.” (Lihat, Jaami’ al-‘Uluum, Jld.I, h.483).’’
Kosa Kata
Makna perkataannya:
Di belakang Nabi : yakni di atas kendaraannya
Wahai Ghulam : yakni sebutan untuk bocah yang belum mencapai usia 10 tahun
Jagalah Allah : yakni jagalah aturan-aturan-Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah
terhadap segala perintahnya serta jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan dan telah dicatat di Lauh
al-Mahfuuzh
Pesan-Pesan Hadits
1. Hadits
di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam., terhadap
umatnya dan kerja keras beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas ‘aqidah yang
benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini
–yang tak lain adalah Ibn ‘Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat
namun padat makna.
2. Di antara isi
wasiat ini adalah agar menjaga Allah Ta’ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya,
hak-hak, perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Menjaga hal itu dapat
direalisasikan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang diperintahkan dan diizinkan-Nya
dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Inilah yang
dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada
Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang
takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan
dia datang dengan hati yang bertaubat.”(Q.s.,Qaaf:32-33)
3. Di antara hal yang terdapat perintah agar menjaganya
secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya, “Jagalah segala
shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha.” (Q.s.,al-Baqarah:238), dan thaharah
(kesucian) sebagaimana bunyi hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam., “Beristiqamahlah
(mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa
sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu
hanya seorang Mukmin.” (HR.Ibn Majah). Di antaranya juga adalah sumpah
sebagaimana firman-Nya, “Dan jagalah sumpahmu.” (Q.s., al-Maa`idah:89)
4. Di antara penjagaan yang diberikan oleh
Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya,
anaknya dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, “Bagi manusia ada
malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah.” (Q.s., ar-Ra’d:11). Ibn ‘Abbas RA.,
berkata, “Mereka itu adalah para malaikat yang menjaganya atas
perintahAllah. Dan bila takdir telah tiba, mereka pun meninggalkannya.”(Dikeluarkan
oleh ‘Abduurrazzaq, al-Firyaaby, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim
sebagai yang disebutkan di dalam kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614).
Allah juga menjaganya di masa kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.
b. Allah juga menjaganya di dalam agama
dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari syubhat-syubhat yang
menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.
c. Allah juga menjaganya di dalam kubur
dan setelah alam kubur dari kengerian dan derita-deritanya dengan menaunginya
pada hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya
5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap
hamba-Nya adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia
selalu berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah
berfirman ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS.,“Janganlah kamu berdua
khawatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.” (Q.s.,
Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar
ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasalam., bersabda, “Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya
adalah Allah? Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (HR.Bukhari,
Muslim dan at-Turmudzy)
6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah
Ta’ala, ta’at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua
kondisinya sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah
akan mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat
kepada-Nya
7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan
kondisi kuat, fit, muda, sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang
demikian ini hanyalah kerugian, kesia-siaan dan celaka
8. Seorang
harus selalu antusias untuk memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan
memohon kepada-Nya dalam semua kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah
dia tidak memohon kepada selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu
melakukannya selain Allah seperti meminta kepada para wali yang shalih, orang
mati dan sebagainya. Allah berfirman, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan
hanya kepada-Mu pula kami meminta tolong.” (Q.s., al-Fatihah:5)
9. Sesungguhnya
apa-apa yang menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya
atau yang menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan
tidaklah menimpa seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan
atasnya di dalam kitab catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk
melakukannya (mencelakan dirinya atau memberikan manfa’at kepadanya). Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami
melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.” (Q.s.,at-Taubah:51)
10. Bila seorang hamba telah mengetahui
bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan, keburukan, hal
yang bermanfa’at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah ditakdirkan
oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang dilakukan semua
makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak akan ada gunanya
sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya Allah semata
Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa’at, Yang Maha Memberi
atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang hamba mestilah
mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan-Nya dalam berbuat keta’atan dan menjaga
Hudud-Nya.
11. Seorang
Muslim harus menghadapi takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan
penuh keridlaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah
Ta’ala berfirman,“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala
mereka dengan tanpa hisab (perhitungan).” (Q.s., az-Zumar:10). Dan dalam
sebuah hadits, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam., bersabda,“Sungguh aneh
kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya semua kondisinya adalah baik, jika ia
mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka itu adalah baik baginya. Dan bila ia
ditimpa hal yang tidak menguntungkannya (kemudlaratan), ia bersabar; maka itu
adalah baik (pula) baginya.” (HR.Muslim)
12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui
keputusasaan dan pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu
problem atau musibah. Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas
hal itu serta bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab
sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada
kemudahan
(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat
al-‘Uluum asy-Syar’iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih
bin Muhammad ash-Shaghiir, h.104-109)
Wallahu A’lam
Bisshawwab ........................!!!!!!!!!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar