Jumat, 31 Mei 2013

** بيتي جنّتي : " MENITI PERNIKAHAN YANG ISLAMI '' **

Baytiy Jannatiy, Meniti Pernikahan Islami

Cover ok2
Mukadimah
الحمدلله الذي سنّ لعباده النكاح ونهاهم عن السفاح
والصّلاة والسّلام على سيّدنا محمّد سيّد العرب والعجم، القائل؛
تناكحوا تناسلوا فإني مكاثر بكم الأمم
Segala puji bagi Allâh yang menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya agar melaksanakan pernikahan dan melarang mereka berbuat zina. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada  pemimpin kaum Arab maupun ‘Ajam (non Arab) yang telah bersabda: “Menikahlah kalian dan perbanyaklah keturunan, karena sesungguhnya aku berbangga atas banyaknya kalian terhadap umat-umat yang lain.[1]
Sungguh, pernikahan adalah sunnah para Nabi dan Rasul, di dalamnya terkandung hikmah mulia yang disyari’atkan Islam; menciptakan sakinah (kedamaian), mawaddah (cinta) danrahmah (kasih sayang).
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَ‌ٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Rûm [30]: 21)
Pernikahan inilah yang diberkahi Allâh SWT, menjadi sarana agung menundukkan pandangan, dan memelihara manusia dari kenistaan akibat memperturutkan syahwat melanggar syari’at Allâh SWT. Rasûlullâh SAW bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu, menikahlah. Karena sesungguhnya, menikah itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia shaum karena shaum itu akan meredakan gejolak hasrat seksual.”[2]
Pernikahan adalah awal dari perjuangan mengarungi bahtera kehidupan. Di hadapan terbentang samudera yang luas dan dalam. Diterpa teriknya panas matahari, ombak dan badai yang menerpa. Dan semua itu takkan pernah bisa dihadapi dengan benar, kecuali bagi mereka yang konsisten terhadap akidah dan syari’ah Allâh SWT.
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
“Dan barangsiapa yang ta’at kepada Allâh dan Rasul-Nya dan takut kepada Allâh dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan.” (QS. al-Nûr [24]: 52)
Rasûlullâh SAW adalah suri teladan bagi kita, termasuk bagi pria dan wanita yang mendambakan rumah tangga Rasûlullâh SAW, ‘Baitî Jannatî’ (Rumahku Surgaku), rumah tangga dambaan yang dibangun di atas pondasi akidah dan syari’at Islam. Rumah tangga seperti ini, tentu harus dimulai dengan proses yang sesuai Islam; ikhtiar menjemput pasangan sesuai syari’at (ta’aruf-khitbah-nikah), akad nikah yang sah, termasuk resepsi pernikahan yang bersih dari berbagai kemaksiatan yang mendatangkan murka Allâh I. Dan tidak ada teladan pernikahan yang lebih baik daripada pernikahan yang dicontohkanRasûlullâh SAW.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. ” (QS. al-Ahzâb [33]: 21)
Dan kita semua meyakini bahwa apa-apa yang diperintahkan Allâh & Rasul-Nya pada kita, itulah jalan lurus yang mengandung kemaslahatan hakiki.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS al-Anbiyâ’ [21]: 107)
Berkaitan dengan ayat di atas, Syaikh al-Nawawi al-Bantani[3] menafsirkan:
وما أرسلناك يا أشرف الخلق بالشرائع، إلاّ رحمة للعالمين
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau wahai sebaik-baiknya makhluk (Nabi Muhammad SAW) dengan membawa berbagai peraturan (syari’ah) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” [4]
Syari’at Islam pasti mengandung maslahat, para ulama menegaskannya dengan kaidahsyar’iyyah:
حَيْثُمَا يَكُوْنُ الشَّرْعُ تَكُوْنُ اْلمَصْلَحَةُ
“Jika hukum syara’ diterapkan, maka pasti akan ada kemaslahatan.”[5]
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia amat buruk bagimu; Allâh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216)
Ayat di atas, menunjukkan kelemahan dan keterbatasan pandangan manusia sedangkanAllâh Maha Tahu. Apa pun yang diperintahkan Allâh dan Rasul-Nya pasti mengandung kebaikan, meski tak sesuai dengan hawa nafsu kita.
Imam Taqiyuddin al-Nabhani[6] berkata: “Bagi seorang muslim yang telah beriman kepada Allâh SWT serta beriman bahwa Allâh telah mengutus Nabi Muhammad SAW dengan syari’at Islam yang menjelaskan perintah-perintah serta larangan Allâh dan mengatur hubungannya dengan Allâh atau dengan dirinya sendiri, ataupun dengan manusia yang lainnya; maka seorang muslim yang meyakini hal ini wajib menyesuaikan seluruh amal perbuatannya dengan perintah dan larangan Allâh SWT. Tujuan yang hendak diraih dari penyesuaian ini adalah meraih ridha Allâh SWT. Oleh karena itu, setiap perbuatan mungkin akan mendatangkan murka Allâh atau ridha-Nya. Apabila amal perbuatan tersebut mengundang murka Allâh, karena menyalahi perintah-perintah-Nya dan melanggar larangan-larangan-Nya, maka amal perbuatan tersebut dikategorikan buruk (syarr). Dan apabila amal perbuatan tersebut mendatangkan ridha Allâh melalui keta’atan terhadap perintah-perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya, maka amal perbuatan itu dikategorikan baik (khayr).” Atas dasar itu, Imam Taqiyuddin al-Nabhani menegaskan:
أن الخير في نظر المسلم ما أرضى الله والشر هو ما أسخطه
“Bahwa predikat baik (al-khayr) dalam penilaian seorang muslim adalah sesuatu yang diridhai Allâh SWT, sedangkan buruk (al-syarr) adalah sesuatu yang dimurkai-Nya.”[7]
Pasalnya, di zaman ini telah tersebar resepsi pernikahan dipenuhi beragam bentuk kemaksiatan yang dianggap biasa. Al-Syaikh Ibn Yamun telah mengisyaratkan beberapa diantaranya dalam sya’irnya.
وليجنب ما شاع فى الولائم، صاح من المنكر والجرائم
“Dan hendaklah menjauhi hal-hal yang sudah tersebar di dalam resepsi pernikahan wahai kawan, dari berbagai kemungkaran dan kejahatan”
كجمعه الرجال والنساء، محرم شرعا وطبعا جاء
“Seperti perbuatan menggabungkan antara pria dan wanita (ikhtilath) yang haram menurut agama dan menurut adat kebiasaan yang telah berlaku”
وقس وكالحنا وكالولاول، من الحرائرات عوا المسائل
 “Samakanlah, dan seperti menggunakan pacar (tabarruj-pen.) dan histeria para wanita yang lepas bebas, maka berhati-hatilah dari berbagai persoalan”
والخمر والسرج مع البكارة، من المناكر فعوا الإشارة
“Meminum arak dan mempelanakan wanita serta keperawanannya, dari berbagai kemungkaran, maka berhati-hatilah menjaga isyaratnya itu”[8]
Syaikh Muhammad al-Tihamiy dalam Qurratul ‘Uyûn menjelaskan: “Syaikh Ibn Yamun memberitahukan bahwa sesungguhnya wajib menjauhi hal-hal yang telah tersebar secara merata dalam resepsi pernikahan, berupa berbagai kemungkaran dan dosa-dosa dari segala sesuatu yang telah diharamkan syari’at; hal itu seperti bercampur baur pria dan wanita (ikhtilâth), dan seperti hura-hura dari para wanita yang beraliran bebas(pertunjukkan penyanyi wanita yang mengumbar syahwat), dan seperti meminum khamr, dan sesuatu yang searti dengannya dari minuman-minuman yang memabukkan.Dan lain sebagainya dari berbagai kemungkaran resepsi pernikahan yang tak terhitung dan tak terhingga. Dan kebiasaan-kebiasaan yang beragam, seiring perbedaan kota, desa dan adat istiadat.
Syaikh Muhammad al-Tihamiy menegaskan: “Maka sudah jelas bagi tuan rumah resepsi pernikahan hendaknya tidak melakukan satupun dari hal-hal tersebut. Jika tidak, maka berarti menentang kemurkaan Allâh SWT dan kemurkaan-Nya.”
Keagungan Konsep Walimah dalam Islam
Bapak/Ibu, Saudara/I yang dimuliakan Allâh SWT ….
Di antara keagungan resepsi pernikahan yang dicontohkan pada masa Rasûlullâh SAW dan para sahabat adalah bahwa kaum wanita pada masa itu berada bersama mempelai wanita, terpisah dengan tamu undangan pria yang berada bersama mempelai pria (infishâl al-tâm). Adapun dalil-dalil al-Sunnah yang menyatakan tentang resepsi pernikahan, pada dasarnya menyatakan tentang upacara diantarkannya mempelai wanita ke rumah suaminya, setelah sampai di tempat suami maka kaum pria dan wanita dipisah, hal ini telah ditetapkan pada masa Rasûlullâh SAW (khayr al-qurûn) dan beliau SAW pun membenarkannya.
Syari’at Islam yang paripurna sangat menjaga interaksi pria dan wanita sehingga tak bebas lepas dan tetap terkendali. Pada dasarnya, interaksi campur baur (ikhtilâth) antara pria dan wanita dilarang oleh Islam berdasarkan dalil-dalil syara’, kecuali dalam perkara-perkara yang dibolehkan oleh syari’ah. Sebagaimana ditegaskan Imam Taqiyuddin al-Nabhani, Dalam kehidupan Islam, yaitu kehidupan kaum Muslim dalam segala kondisi mereka secara umum, telah ditetapkan di dalam sejumlah nash syari’ah, baik yang tercantum dalam al-Qur’ân maupun al-Sunnah bahwa kehidupan kaum pria terpisah dari kaum wanita. Ketentuan ini berlaku dalam kehidupan khusus seperti di rumah-rumah dan yang sejenisnya, ataupun dalam kehidupan umum, seperti di pasar-pasar, di jalan-jalan umum, dan yang sejenisnya. Ketentuan tersebut merupakan ketetapan berdasarkan sekumpulan hukum Islam yang berkaitan dengan pria, wanita, atau kedua-duanya; juga diambil dari seruan al-Qur’ân kepada kaum wanita dalam kedudukannya sebagai wanita dan kepada kaum pria dalam kedudukannya sebagai pria. Kehidupan pada masa Rasûlullâh SAW dan para sahabat menunjukkan hal itu.”
Imam Taqiyuddin al-Nabhani menyatakan: “Pemisahan pria dan wanita ini juga telah diriwayatkan (marwiy) dalam bentuk pengamalan dan dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat oleh masyarakat Islam pada masa Rasûlullâh SAW dan dalam seluruh kurun sejarah Islam.” Semua itu telah dibahas tuntas oleh para ‘ulama. Adapun sekumpulan dalil al-Qur’ân dan al-Sunnah yang mendasari pemisahan kehidupan pria dan wanita ini, diantaranya; Allâh SWT mewajibkan wanita mengenakan jilbab & khimar jika hendak keluar rumah (QS. al-Ahzâb [33]: 59, QS. al-Nûr [24]: 31), Allâh telah menjadikan wanita seluruhnya adalah aurat selain wajah dan dua tapak tangannya (al-Hadits). Allâh mengharamkan wanita untuk memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahram-nya (QS. al-Nûr [24]: 31). Allâh pun telah melarang kaum pria melihat aurat wanita, meskipun hanya sekadar rambutnya. Allâh pun melarang para wanita safar jika tak disertaimahram/suami meskipun untuk haji dan menjadikan shaf kaum wanita di masjid berada di belakang shaf kaum pria, dan hukum-hukum lainnya yang dibahas tuntas oleh Islam.
Dikecualikan dari itu, jika Islam telah memperbolehkan adanya interaksi di antara keduanya. Misalnya Islam memperbolehkan kaum wanita melakukan jual-beli serta mengambil dan menerima barang; mewajibkan mereka untuk menunaikan ibadah haji (jika mampu); memperbolehkan mereka untuk shalat berjama’ah di masjid, berjihad melawan orang-orang kafir, memiliki harta dan mengembangkannya, dan sejumlah aktivitas lain yang diperbolehkan Islam atas mereka. Namun, semua aktivitas tersebut harus dirinci terlebih dahulu. Jika pelaksanaannya menuntut interaksi (ijtima’) dengan kaum pria, maka diperbolehkan pada saat itu adanya interaksi dalam batas-batas hukum syari’ah dan dalam batas aktivitas yang diperbolehkan atas mereka. Misalnya aktivitas jual-beli, akad tenaga kerja (ijârah), belajar, kedokteran, paramedis, pertanian, industri, dan sebagainya. Sebab, dalil tentang kebolehan atau keharusan aktivitas-aktivitas di atas, berarti mencakup kebolehan interaksi di dalamnya. Namun, jika pelaksanaan berbagai aktvitas di atas tidak menuntut adanya interaksi di antara keduanya seperti berjalan bersama-sama di jalan-jalan umum; bertamasya; dan yang sejenisnya, tidak boleh seorang wanita melakukan interaksi dengan seorang pria. Sebab, dalil-dalil tentang keharusan pemisahan kaum pria dari kaum wanita bersifat umum.
Sungguh mulia syari’at Islam yang menjaga kesucian fitrah dan kehormatan manusia sehingga tak terjerembab ke dalam tipu daya syaithân. Tidak bisa jadi pembenaran, pernyataan “Ini merupakan bencana yang mewabah secara umum,” atau “dharurat”. Karena kondisi dharurat yang menyebabkan adanya rukhshah (keringanan) menurut syar’i yakni: Sebuah keadaan dimana seseorang berada dalam suatu batas apabila ia tidak melanggar sesuatu yang diharamkan maka ia bisa mengalami kematian atau nyaris mati.”[9]
إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنْ الشَّعَرِ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ مِنْ الْمُوبِقَاتِ
“Sungguh kalian mengerjakan beberapa amalan yang menurut kalian lebih sepele daripada seutas rambut, padahal kami dahulu semasa Nabi SAW menganggapnya diantara dosa-dosa besar.” (HR. al-Bukhârî)
Di sisi lain, Rasûlullâh SAW memuji umatnya yang berpegang teguh mengamalkan ajaranAllâh dan Rasul-Nya (syari’at Islam), laksana orang yang memegang bara api ketika konsisten terhadap ajaran Islam di tengah kondisi yang justru sebaliknya. “Kelak akan datang suatu masa kepada manusia, dimana orang-orang yang bersabar (berpegang teguh) dengan agamanya di tengah-tengah mereka bagaikan orang yang memegang bara api.” (al-Hadits)
Bapak/Ibu, Saudara/I yang dimuliakan Allâh SWT….
Realitas resepsi pernikahan yang diwarnai kemaksiatan seakan sudah membudaya, padahal kemaksiatan tetaplah kemaksiatan yang dikecam Allâh dengan siksa-Nya. Maka sungguh, ‘tradisi’ yang melanggar syari’at Islam ini wajib diubah, dibersihkan dari berbagai pelanggaran, sehingga tidak ada di dalam resepsi pernikahan kecuali kebahagian yang jauh dari murka Allâh, dekat dengan rahmat Allâh sehingga terlimpahkan berkah dari-Nya kepada kita semua.
وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣
“Demi Masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr [103]: 1-3)
Ayat ini menjelaskan, bahwa manusia benar-benar dalam keadaan merugi. Pertama,dijelaskan dengan qassam (sumpah) “والعصر” (demi masa). Kedua, dijelaskan dengan ta’kid“إنّ” (benar-benar). Ketiga, dijelaskan dengan ta’kid “لفي” (sungguh dalam). Manusia sungguh merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasihati dalam kebaikan dan penuh kesabaran, secara terus-menerus.
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak niscaya Allâh akan mengirimkan siksa-Nya dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun do’a kalian tidak lagi dikabulkan.” (HR. al-Tirmidzi & Ahmad. Hadits Hasan)
Imam al-Muhasibi berkata: “Tidak halal bagi tuan rumah resepsi, berdiam diri atas sesuatu yang terjadi dalam resepsi tersebut berbagai kemungkaran dengan suatu cara, sebab hak itu menjadi haknya di rumahnya sendiri.”[10]
Lantas, apa jawaban orang-orang beriman ketika Allâh menyeru mereka?
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang berimanapabila mereka diseru kepada Allâh dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. al-Nûr [24]: 51)
و الله أعلم بالصواب
 إنتهى

[1] Lihat: Sunan Nasa’i (no. 3224), Sunan Abu Dawud (no. 2050), Sunan Ibn Majah (no. 1846). Lihat pula dalam kitab ‘Awârif al-Ma’ârif , Qurrah al-‘Uyûn.
[2] HR. Muslim, al-Bukhari, Ahmad, dan lainnya.
[3] Beliau adalah ‘ulama besar asal Indonesia (Banten) yang mendunia, pernah jadi Imam dan guru di Mekkah.
[4] Lihat: Tafsir Marah Labid II/47 (Tafsîr Munîr)
[5] Lihat: al-Fikr (hlm. 41-43), Muhammad Isma’il.
[6] ‘Ulama ahli ijtihad, da’i & pemikir ulung yang mendunia (w. 1977 M)
[7] Mafâhîm Hizb al-Tahrîr, Imam Taqiyuddin al-Nabhani.
[8] Lihat: Qurratul ‘Uyûn, karya Syaikh Muhammad al-Tihamiy. Kitab ini merupakan penjelasan atas kitab Nazham Syaikh Ibn Yamun, banyak dikaji khususnya di pesantren-pesantren salaf (khususnya bagi yang hendak menikah).
[9] Al-Hamawiy dalam catatan pinggir Kitab Al-Asybah wa al-Nadzâ-ir, lihat pula Syarh Kabîr Ma’a Hasyiyât al-Dasuqiy, (II/85)al-Idlthirâr Ilâ al-Ath’imah wa al-Adwiyah al-Muharramât, Kasyful Asrâr (IV/ 1517), Ahkâm al-Qur’ân (I/159).
[10] Lihat: Qurratul ‘Uyûn

** DEMOKRASI : SISTEM JAHILIYYAH **

Demokrasi: Sistem Jahiliyyah

 

Bedah Kitab : Ru’yatun Islâmiyyatun Li Ahwâl Al-‘Aalam Al-Mu’âshir, Syaikh Muhammad Quthb – Dar al-Wathan: Riyadh – Cet. I: 1411 H/ 1991.
Terjemah & Ta’liiq: Irfan Abu Naveed
Apa makna jahiliyyah? Syaikh Muhammad Quthb memaparkan penjelasan yang cukup mapan. Ia menjelaskan:

أن لفظ ((الجاهلية)) مصطلح قرآني. وهذه الصيغة بالذات -صيغة ((الفاعلية))- لم ترد في استعمال العرب قبل نزول القرآن الكريم. فقد استخدموا الفعل ((جَهِلَ)) وتصريفاته المختلفة، واستخدموا المصدر ((الجهل)) و((الجهالة)) ولكنهم لم يستخدموا صيغة ((الفاعلية)) الجاهلية، ولا هم وصفوا أنفسهم ولا غيرهم بأنهم ((جاهليون)). إنما جاء وصفهم بهذه الصفة في القرآن الكريم وفي سنة رسول الله -صلى الله عليه وسلم-.

“Bahwa lafazh al-Jahiliyyah merupakan istilah qur’ani. Shighat lafazh ini pada asalnya -shighat al-faa’iliyyah- tidak pernah digunakan orang-orang arab sebelum turunnya Al-Qur’an Al-Karim. Orang-orang arab hanya menggunakan kata kerja jahila berikut perubahan-perubahan bentuk kata kerjanya yang beragam, dan mereka menggunakan mashdar al-jahl dan al-jahaalah, namun orang-orang arab tidak menggunakan shighat al-faa’iliyyah yakni al-jaahiliyyah, dan mereka pun tidak pernah menyifati diri mereka sendiri dan selainnya bahwa mereka kaum jahiliyyah. Sesungguhnya penyifatan bagi mereka dengan sifat ini berdasarkan al-Qur’an al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW.”[1]
Makna al-jahl secara bahasa didefinisikan Syaikhul Islam:

هو عدم العلم، أو عدم إتباع العلم. فإن من لم يعلم الحق فهو جاهل جهلاً بسيطًا، فإن اعتقد خلافه فهو جاهل جهلاً مركبًا.. وكذلك من عمل بخلاف الحقّ فهو جاهل، وإن علم أنه مخالف للحقّ.

“Yakni ketiadaan ilmu, atau tidak adanya upaya mengikuti ilmu. Maka jika seseorang tidak mengetahui kebenaran maka ia adalah orang yang jahil dengan kejahilan yang lebih sederhana, dan jika ia mengi’tikadkan untuk mengingkari kebenaran maka ia adalah orang yang jahil dengan kejahilan yang kompleks.. Dan begitu pula barangsiapa yang melakukan sesuatu menyelisihi kebenaran maka ia adalah orang yang jahil, meskipun ia tahu bahwa dirinya menyelisihi kebenaran.”[2]
Namun, sebagaimana ditegaskan Syaikh Muhammad Quthb, karena istilah jahiliyyahmerupakan istilah qur’ani maka memahami istilah ini dikembalikan pada petunjuk al-Qur’an.
يتّخذ دلالته المحدّدة من استخدام القرآن له، وتحديده لمعناه

“Makna al-jaahiliyyah diambil dari petunjuk penggunaan al-Qur’an terhadapnya, dan pembatasan al-Qur’an terhadap maknanya.”
Syaikh Muhammad Quthb menegaskan:

أما في القرآن الكريم فاللفظ يرد في معنى خاص، أو في الحقيقة في معنيين محددين: إما الجهل بحقيقة الألوهية وخصائصها، وإما السلوك غير المنضبط بالضوابط الربانية، أي بعبارة أخرى: عدم إتباع ما أنزل الله.

“Adapun dalam pandangan Al-Qur’an Al-Karim, maka lafazh ini disebutkan dengan makna khusus, atau hakikatnya mencakup dua makna terbatas: yakni kejahilan terhadap hakikat uluhiyyah dan kekhususan-kekhususannya, atau perbuatan yang tidak ta’at pada ketentuan-ketentuan Rabbaniyyah atau dengan kata lain tidak menta’ati apa yang diturunkan Allah.”
Allah SWT berfirman:
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu[3], Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk Kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-A’raaf [7]: 138
Maka kejahilan dalam ayat ini maksudnya adalah kejahilan terhadap hakikat uluhiyyah.[4]
Dan ketika Allah SWT berfirman:
 “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? “ (QS. Al-Maa’idah [5]: 50)
Maka jahiliyyah dalam ayat ini berkaitan dengan perbuatan berhukum dengan selain hukum yang Allah  turunkan, sebagaimana dinyatakan Syaikh Muhammad Quthb:

فالأمر متعلق مباشرة بإتباع غير ما أنزل الله من التشريع

“Maka dalam hal ini berkaitan secara langsung dengan perbuatan mengikuti selain hukum Allah dalam berhukum.”
Syaikh Muhammad Quthb pun menyebutkan kriteria-kriteria sebuah masyarakat jahiliyyah. Ia membantah pendapat yang membatasi jahiliyyah hanya pada masyarakat Arab di masa awal dakwah Nabi saw. Menurutnya di zaman kapan pun dan di negeri manapun suatu masyarakat pantas disebut masyarakat jahiliyyah bila memenuhi empat kriteria:
Pertama, tidak adanya iman yang sesungguhnya kepada Allah SWT. Yaitu, sikap yang membuktikan kesatuan antara akidah dan syariat tanpa pemisahan.
Kedua, tidak adanya pelaksanaan hukum menurut apa yang telah diturunkan Allah Swt, yang berarti menuruti “hawa nafsu” manusia (QS. Al-Maa’idah: 49-50).
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maa’idah [5]: 49-50)
Ketiga, hadirnya berbagai thaghut di muka bumi yang membujuk manusia supaya tidak beribadah dan tidak taat kepada Allah Swt serta menolak syariat-Nya. Lalu, mengalihkan peribadatannya kepada thaghut dan hukum-hukum yang dibuat menurut nafsunya. (QS. Al-Baqarah: 257).
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah [2]: 257)
Keempat, hadirnya sikap menjauh dari agama Allah SWT,sehingga penyelewengan menjurus kepada nafsu syahwat. Masyarakat itu tidak melarang dan tidak merasa berkepentingan untuk melawan perbuatan asusila.
Maka, tak samar bahwa sistem Demokrasi yang menjadikan manusia sebagai pembuat hukum, pemilik kedaulatan, merupakan sistem Jahiliyyah. Dan produk hukum akal manusia dalam sistem Demokrasi merupakan hukum jahiliyyah. Allah SWT berfirman:
 “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? “ (QS. Al-Maa’idah [5]: 50)
Paham Demokrasi sebenarnya bukanlah sebuah ideologi yang baru, ia merupakan teori tua yang muncul kembali dari peradaban barat modern (al-hadhaarah al-gharbiyyah al-mu’aashirah). Sedangkan peradaban barat modern itu sendiri merupakan peradaban yang lahir dari puing-puing kehancuran peradaban Yunani-Romawi, sebagaimana dituturkan Arnold Toynbee dalam bukunya -Civilization on Trial-. Menurut Toynbee, apa yang disebut ‘Dunia Barat’ dewasa ini merupakan sempalan dari Imperium Romawi. Oleh karena itu pandangan hidup barat dapat dilihat sebagai kelanjutan pandangan hidup orang-orang Yunani kuno; cita-cita kebebasan, optimisme, sekularisme, pengagungan terhadap jasmani dan akal serta pengkultusan pada individualisme. Tradisi keagamaan mereka juga memantulkan secara transparan tradisi keagamaan Yunani kuno yang memandang agama sepenuhnya bersifat duniawiyah, praktis dan mengabdi pada kepentingan manusia (bukan Tuhan). Melalui karya-karya para sarjana dan filosof Yunani-Romawi, barat mengenal Empririsme dan Rasionalisme. Yunani di satu pihak mengajarkan kepada barat agar menempatkan akal di atas segalanya, bahwa akal sebagai sumber kebenaran. Adalah filosof Yunani seperti Plato dan Aristoteles yang mempengaruhi pemikiran dan filsafat politik barat sejak kelahirannya hingga perkembangannya dewasa ini. Karya Aristoteles, khususnya ‘Politics’ merupakan sumber inspirasi bagi perumusan teoritis konsep bentuk-bentuk negara, hakikat pemerintahan, hukum-hukum yang mengontrol negara, revolusi sosial, dan lain-lain. Gagasan barat mengenai negara (state), kekuasaan politik, keadilan, dan Demokrasi secara genealogis-intelektual juga bisa dilacak dari tradisi politik negara-negara kota Yunani klasik yang dinamakan ‘Polis’ atau ‘City States’. Tentang hal ini akan kita uraikan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
Dilain pihak, peradaban Romawi telah memberikan sumbangan besar di bidang hukum pada negara-negara Eropa Barat seperti Perancis, Italia, Swiss, Jerman, Belanda dan Amerika Selatan, bahkan secara langsung atau tidak, terhadap negara-negara persemakmuran atau bekas jajahan mereka seperti Indonesia yang dijajah Belanda. Selama lebih dari 350 tahun menjajah Indonesia, Belanda menerapkan teori hukum yang berasal dari Code Civil Napoleon yang merupakan produk modifikasi hukum-hukum Romawi.
Penilaian di atas, sesuai dengan apa yang dinyatakan Syaikh Muhammad Quthb ketika ia menjelaskan tentang jahiliyyah modern (al-jaahiliyyah al-mu’aashirah):

فالقوم قد ورثوا من كلتا الجاهليتين الإغريقية والرومانية إرادة الحياة الدنيا وزينتها، كما أشرنا من قبل، فقد قلنا إنهم ورثوا عن الجاهلية الإغريقية عبادة الجسد في صورة جمال حسيّ، ومن الجاهلية الرومانية عبادة الجساد في صورة شهوات حسية، وتزيين الحياة الدنيا لزيادة الاستمتاع الحسيّ بها إلى أقصى الغاية، ومن ثم الاهتمام البالغ بالعمارة المادية للأرض.

“Maka sesungguhnya kaum ini (jahiliyyah modern-pen.) telah mewarisi dua peradaban jahiliyyah; Yunani dan Romawi dalam mengejar kehidupan dunia dan perhiasannya, sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya, dan telah kami sampaikan bahwa mereka mewarisi peradaban jahiliyyah Yunani dengan mengagungkan jasad dalam bentuk keindahan pancaindera, dan peradaban jahiliyyah Romawi dengan mengagungkan jasad dalam bentuk syahwat jiwa, serta penghambaan terhadap perhiasan duniawi yang kian menambah kenikmatan pancaindera sebagai tujuan paling tinggi, dan perhatian yang sangat besar terhadap kekuasaan materi di Bumi ini.”

[1] Lihat: Ru’yatun Islaamiyyatun Li Ahwaal Al-‘Aalam Al-Mu’aashir, Syaikh Muhammad Quthb, Hlm. 13.
[2] Lihat: Iqtidhaa’ Al-Siraath Al-Mustaqiim Mukhaalafatu Ashhaab Al-Jahiimm (hlm. 77-78) karya Syaikhul Islam, Tahqiq: Syaikh Muhammad Hamid – al-Sunnah al-Muhammadiyyah – Cet. II.
[3] Maksudnya bagian Utara dari Laut Merah.
[4] Lihat: Ru’yatun Islaamiyyatun Li Ahwaal Al-‘Aalam Al-Mu’aashir, Syaikh Muhammad Quthb – Dar al-Wathan: Riyadh – Cet. I: 1411 H/ 1991.

** CAHAYA PENCERAHAN **

hidup ini sesungguhnya mudah dan sederhana jika anda tidak banyak tuntutan. karena sesungguhnya hidup ini penuh dengan kebahagiaan jika anda tak dikuasai oleh ilusi,ambisi dan keakuan


kumpulan kata mutiara nasehat islami – kata-kata motivasi nasehat islami – kalimat nasehat dakwah islam

kumpulan kata mutiara nasehat islami – kata-kata motivasi nasehat islami – kalimat nasehat dakwah islam

Menyia-nyiakan waktu itu lebih jelek daripada kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan akhirat, sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya. (Ibnul Qayyim, kitab Al Fawa’id)

Jika Engkau ditanya “Dimana Allah?” Maka jawablah “Allah berada di atas langit, di atas ‘Arasy, di atas seluruh makhluk-Nya, dan ilmu-Nya menjangkau semua tempat ”, karena itulah jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. (www.rumaysho.com)

Jalan keselamatan adalah dengan mengikuti Rasulullah dan para sahabatnya. Allah ta’ala telah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah. Adapun jalan-jalan selain mereka adalah jalan-jalan yang menyimpang dari kebenaran.

Hendaklah kalian banyak mengingat Allah karena itu adalah obat penyakit hati. Janganlah menggunjing orang lain karena itu hanyalah penyakit. (Umar bin Khattab) – www.salafy.or.id

Laki2 haram memakai cincin emas, namun boleh memakai cincin perak. Jika seorang laki2 memakai cincin emas sbagai cincin pertunangan/perkawinan maka ini haram dan dosa besar karna menyelisihi syariat islam, orang2 kafir dan nasrani yg pertama kali membuat gagasan adanya cincin pertunangan/perkawinan. Rasulullah berkata: barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka..! ( Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu )

==========================
kumpulan kata mutiara nasehat islami – kata-kata motivasi nasehat islami – kalimat nasehat dakwah islam
=========================

Duri sekecil apapun, jangan dianggap remeh, krna bisa melukai.! dosa sekecil apapun, syubhat sehalus apapun, jngn dianggap remeh.! krna stiap dosa memiliki bagian di neraka.

Tidak ada alasan apapun untuk menolak dan mempertentangkan dalil dari Al-Qur’an n Hadist dengan akal dan hawa nafsu.

Orang yg paling pedih musibahnya di dunia ini ialah para nabi kemudian orang2 shaleh (HR. Ibnu Majah)

Dngn mmbiasakn mmbaca Al-Qur’an n menelaah maknany, maka prlahan tapi pasti akn tumbuh rasa cinta trhadap Al-Qur’an. sprti ppatah jawa mngatakan, witing tresno jalaran soko kulino.! :D

Seribu jalan menuju roma, tapi hanya ada satu jalan menuju sorga. Dengan kendaraan takwa melalui rute Al-Qur’an dan Sunnah..!

Hidup adlh rangkaian ujian tiada henti, slesai ujian ini akn datang ujian lain.! maka seorang ulama mengatakan, ujian akan selesai dan bisa istirahat dngn tenang jika tlah dimasukkan oleh Alloh ke dalam surganya kelak.!

Banyak orng mengaku cinta Rosul, tapi lari dari petunjuknya.! apakah memang cinta sbenarnya ada setelah pertemuan.! bukankah kita cinta Rosul, walau belum pernah bertemu dngn beliau.!

ketika demi cinta kau lakukan segalanya, maka perhatikanlah cinta apa yg sedang kau kejar, agar tiada penyesalan dikemudian hari.

gadis remaja yg berpakaian tapi “telanjang” kini ada dimana2..! siapa yg salah.? pendidikan yg begitu sekuler, lingkungan yg begitu rusak, atau keluarga yg begitu cuek.?

dunia bagai stetes air, sdangkn akherat bagai samudra luas. bagaimana bisa mengorbankn akherat demi dunia…………………!

titik awal kesuksesan dimulai dari kerja keras melawan kegagalan

Mukmin sejati adlh mereka yg siap bertaruh nyawa, berkorban harta, mencurahkn pikiran n tenaga, dalam rangka ketaatan kpd Alloh SubhanaHu wa Ta’ala.!

Terlalu pesimis mmbuat diri mudah menyerah, terlalu optimis mmbuat diri mudah takabur.! cukup brusaha, ikhtiar ssuai kmampuan diri n tdk lupa brdoa. Hasilny kita pasrahkn/tawakal pd yg Maha Kuasa.!

Kebahagian sejati adlh ketika jiwa n raga ini tulus mengabdi kpd IIahi Robbi. Apapn statusny, miskin kaya tua muda sehat sakit sibuk lelah, kewajiban seorang hamba harus dilaksanakan.!

Orang kafir tiada takut, krna mereka mnganggap Islam bagai singa dalam jeruji besi.! hanya dngan kmbali kpada pmahaman Al-Qur’an yg benar, yg bisa membuat musuh menjadi gentar.!

Orang yg menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits sekehendak nafsunya. hanyalah orang yg sesat dan menyesatkan.

Tutupilah kelemahan n kekurangan saudaramu, jagalah saudara mu karna Alloh. cintailah saudaramu seperti mencintai diri sendiri.!

Selalu ada jalan keluar, tetap meniti jalan yg benar. Fatamorgana dunia terkadang menyesatkn qta dr jln yg benar. Perbaiki langkah qta, smoga ridho Alloh mngiringi langkah ini.

Banyak orng yg takut nggak kebagian rejeki, sampai2 meninggalkan kewajiban sholat lima waktu. Tenanglh Alloh sdh kasih jatah rejeki, n jngn takut tak kebagian

Tak perlu menunggu kaya tuk jadi seorang dermawan. Harta hanya sarana didunia. Kaya atw miskin sama saja.! Bersedekah lah walau hanya dngn sebutir kurma.

Banyak orng stress krna sibuk memikirkn khidupan di dunia.! banyk orng bahagia krna sibuk beramal tuk akhirat.!

Dan adapun orang yg takut kepada Tuhannya dan ia menahan diri dari hawa nafsu. Maka surgalah tempat tinggalnya. Qs.an-naziat : 40-41

Jika ada yg menyulutkn api permusuhan, jangan kau beri kayu bakar kebencian.! Tapi siramlh dngn air perdamaian.

Bahkan stiap status n komen yg ditulis, jempol yg diacungkn.! Smua dicatat malaikat, tuk dimintai prtanggung jawabn ny di akhrat.!

Cobaan didunia, sedih memang, pedih memang, tapi ada balasan surga bagi yg brtaqwa n sabar menjalaniny.!

Orang yg benar bukanlh orng yg tak pernah brsalah, orng yg bnar adlah orng yg siap menerima kbenaran n mlaksanakn nya.!

Jangan sampai syetan mematahkn smangat qta dlm melakukan kebaikan.

gelapnya fitnah yg smakin pekat.! cukuplah Al-Qur’an dan Sunnah sbagai lentera penuntun jalan dalam menapaki gelapnya fitnah dunia.!

Kabar gembira bagi semuanya.! Dapatkn seribu kekuatan dan sejuta semangat. hanya dngn membaca Al-Qur’an minimal 1-2 juz sehari.! mudah, murah, dan bergaransi seumur hidup.

Wahed Deen El Banjary

=========================
kumpulan kata mutiara nasehat islami – kata-kata motivasi nasehat islami – kalimat nasehat dakwah islam
============================

Barangsiapa diam saja terhadap kemungkaran di depan matanya maka dia adalah setan bisu, dan siapa yang mengajak orang lain berbuat kemungkaran maka dia adalah setan yang pandai bicara. (www.muslim.or.id)

Seorang musuh yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah lebih baik daripada seorang teman akrab yang malah menjauhkan kita dari Allah. AL MAR’U ‘ALA DIINI KHALILI (seseorang itu berada di atas agama teman dekatnya) -Maka hendaklah perhatikan dgn siapa kalian berteman. (Abul Hasan)

Urip iku mung sak dermo mampir ngombe. (hidup itu hanya sebentar sekedar mampir minum) – Situs-situs pencerahan jiwa: www.muslim.or.id , www.pengusahamuslim.com , www.rumaysho.com , www.kajian.net , www.alsofwah.or.id , www.ustadzaris.com , www.ustadzkholid.com , www.asysyariah.com , www.gaulislam.com , www.dudung.net

Berharap akan keselamatan namun enggan menempuh jalannya, sungguh bahtera tak kan berlayar di padang pasir. (www.muslimah.or.id)

Dlm beramal/beribadah, niat baik dan ikhlas saja tidak cukup, namun caranya juga harus benar sesuai ajaran rasulullah, tidak boleh mengarang ritual sendiri. Ibaratnya sama dgn mengobati orang sakit, niat baik dan ikhlas saja tidak cukup, namun caranya harus benar sesuai prosedur, jika salah maka bisa2 pasien malah binasa karena malpraktek/kecerobohan/kelalaian, dan keluarga pasien gak akan terima. (www.muslim.or.id)

Sesungguhnya sihir, santet, guna-guna, dan kesurupan jin memang benar2 nyata. Siapa yang tidak percaya berarti telah mengingkari Al Quran dan Hadits-hadits shohih. Cara mengatasi semua itu harus dgn metode-metode yg diajarkan rasulullah. Tidak blh minta bantuan dukun/paranormal. (www.ruqyah-online.blogspot.com)

Maksiat akan membutakan hati, jika tidak membutakan maka minimal akan melemahkan pandangan. Jika hati itu buta maka sulit untuk mengenal kebenaran. (Ibnul Qoyim Al Jauziyah, 1290-1350 masehi)

Tempat download buku2 islam dan mp3 rekaman ceramah para ustadz yg sangat bermanfaat, juga ada mp3 murotal Al Quran, dll: www.shirotholmustaqim.wordpress.com , www.islam-download.net , www.kajian.net , www.alqiyamah.wordpress.com

‎”Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah, maka sungguh dia telah kafir atau musyrik” (hadits riwayat ibnu abi hatim). Misalnya: bersumpah demi kehormatan, demi ka’bah, demi muhammad, demi langit dan bumi, dll. (namun kata DEMI dlm bahasa indonesia tidak selalu berarti SUMPAH, bisa juga berarti UNTUK, dll. Jika bukan sumpah maka boleh)

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (lihat HR. Tirmidzi no. 1987)

Pria yg jarang solat berjamaah di masjid tanpa udzur maka pasti di dlm hatinya terdapat kemunafikan, dan pria yg jarang solat fardhu maka di dlm dirinya terdapat unsur kekafiran. Sedangkan wanita maka lbh baik solat di rumah daripada di masjid. (www.rumaysho.com)

Hidup ini tak akan pernah sunyi dari senang dan susah, suka dan duka, sehat dan sakit, bahagia maupun menderita. Ketahuilah saudara/i ku, tidak ada suatu perkara yang akan menyusahkan kita melebihi kemampuan kita..Semua itu adalah atas izin dan Kuasanya-Nya.. LA YUKALLIFULLAHU NAFSAN ILA WUSNGAHA (Tidaklah Allah membebani manusia kecuali sebatas kemampuannya, albaqarah ayat terakhir)) (Sely Al-Afasy Eb)

“Perjanjian antara kaum muslimin dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir.” (HR. Ahmad dan ahlus sunan dengan sanad yang shahih dari hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu)

Program KB (pembatasan jumlah keturunan hanya 2-3 anak) adalah konspirasi Yahudi dan Amerika dalam rangka menghambat bertambah pesatnya jumlah umat islam. Maka milikilah anak yang banyak dan jangan ber-KB wahai umat islam, kecuali dlm kondisi darurat (www.alsofwah.or.id)

“Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan berlapang hati, maka akan diberikan berkah padanya. Barang siapa mengambilnya dengan kerakusan (mengharap-harap harta), maka Allah tidak memberikan berkah kepadanya” HR. Bukhari dan Muslim (www.pengusahamuslim.com)

Sudahkah Anda Membaca Al-Qur’an Hari Ini?..Berapa Ayat yang Anda Baca Hari Ini?..Berapa Ayat yang Anda Pahami Hari Ini?..Berapa Ayat yang Anda Renungkan Hari Ini?..Sudahkah Anda Mengamalkannya?..Sudahkah Anda Hidup Di Bawah Naungan Al-Qur’an?.. (www.hatibening.com)

Hidup Terindah Adalah Hidup Di Bawah Naungan Al-Qur’an.. Tidak Ada Yang Lebih Indah Dari Itu.. Hidup Yang Penuh Kepastian.. Kehidupan Selain Itu Adalah Semu.. Orang Beriman Selalu Rindu Al-Qur’an.. Cinta Allah Berarti Cinta Al-Qur’an.. Dibaca, Dipelajari, Direnungkan dan Diamalkan.. Mari Kembali Ke Al-Qur’an.. (www.hatibening.com)

Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dgn hikmah dan pelajaran yg baik, dan bantahlah mereka dgn cara yg baik. (QS AN NAHL: 125)

Dan tentang apa saja yg kamu perselisihkan, maka putusannya terserah kepada Allah (QS ASY SYURA: 10) -yaitu harus sesuai dgn Al Quran dan hadits2 shohih

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (QS AL AN’AM: 57)
isi hukum buatan manusia tidak blh bertentangan dgn Al Quran dan Hadits2

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa. (QS AL HAJJ: 40)

Punya ilmu agama namun tak diamalkan maka bagaikan pohon yg tak berbuah.

kumpulan kata mutiara nasehat islami – kata-kata motivasi nasehat islami – kalimat nasehat dakwah islam --

** MUNCULNYA SYI'AH **

Kapan Munculnya Firqah Rafidhah?
Firqah ini tumbuh tatkala muncul seorang Yahudi mendakwakan dirinya sudah masuk Islam, namanya Abdullah bin Saba'. Mendakwakan kecintaan terhadap ahli bait, dan terlalu memuja-muji Ali, dan mendakwakan, bahwa Ali punya wasiat untuk mendapatkan khalifah, kemudian ia mengangkat Ali sampai ke tingkat Ketuhanan, hal ini diakui oleh buku-buku syi'ah sendiri.
Al Qummi berkata dalam bukunya "Al Maqaalaat wal Firaq"[1] : “Ia mengakui keberadaannya, dan menganggapnya orang pertama yang berbicara tentang wajibnya keimaman Ali, dan raj’iyah Ali[2], dan menampakkan celaan terhadap Abu Bakar, Umar dan Utsman serta seluruh sahabat, seperti yang dikatakan oleh An Nubakhti di bukunya "Firaqus Syi'ah"[3]. Sebagaimana Al Kissyi mengatakan demikian juga di bukunya yang dikenal dengan "Rijaalul Kissyi"[4]. Pengakuan adalah tuan argumen (argumen yang akurat), dan mereka-mereka ini semuanya adalah syaikh-syaikh besar Rafidhah.”
Al Baghdadi berkata : “Kelompok Sabaiyah adalah pengikut Abdullah bin Saba' yang telah berlebih-lebihan (dalam memuji) Ali, dan mendakwakan, bahwasanya Ali adalah nabi, kemudian bersikap berlebih-lebihan lagi, sehingga ia mendakwakan bahwasanya Ali adalah Allah.”
Al Baghdadi berkata juga : “Adalah ia (Abdullah bin Saba') anak orang berkulit hitam, asal usulnya adalah orang Yahudi dari penduduk Hirah (Yaman), lalu mengumumkan keislamannya, dan menginginkan agar ia mempunyai kerinduan dan kedudukan di sisi penduduk negeri Kufah, dan ia juga menyebutkan kepada mereka, bahwasanya ia membaca di Taurat, bahwa sesungguhnya bagi tiap-tiap nabi punya orang yang diwasiatkan, dan sesungguhnya Ali adalah orang yang diwasiatkan Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam.”
Dan As Syahrastaani menyebutkan dari ibnu Saba', bahwasanya ia adalah orang yang pertama kali menyebarkan perkataan keimaman Ali secara nas / telah ditetapkan, dan ia menyebutkan juga dari kelompok Sabaiyah, bahwa kelompok ini adalah firqah (golongan) yang pertama sekali mengatakan masalah ghaibah[5] dan akidah raj’iyah, kemudian syiah mewarisinya setelah itu, meskipun mereka itu berbeda, dan pecahan golongan mereka banyak. Perkataan tentang keimaman dan kekhilafan Ali merupakan nas dan wasiat, itu merupakan dari kesalahan-kesalahan Ibnu Saba'. Yang akhirnya syi'ah sendiri berpecah menjadi golongan-golongan dan perkataan-perkataan yang banyak sampai puluhan golongan dan perkataan.
Begitulah syiah membuat bid'ah dalam perkataan tentang keyakinan wasiat, raj’iyah, ghaibah, bahkan perkataan menjadikan imam-imam sebagai tuhan[6], karena mengikuti Ibnu Saba' orang yahudi itu.


[1] Lihat "Al Maqaalaat wal Firaq" oleh Al Qummi, hal : 10-21
[2] Keyakinan bahwa Ali akan kembali ke dunia sebelum hari kiyamat
[3] Lihat "Firaqus Syi'ah" oleh An Nubakhti, hal : 19-20
[4] Lihat : apa yang dicantumkan oleh Al Kissyi dalam beberapa riwayat dari Ibnu Saba' dan akidah-akidahnya, lihat no : 170, 171, 172, 173, 174, dari hal : 106-108
[5] Keyakinan menghilangnya imam Askari yang mereka tunggu-tunggu
[6] Ushul 'Itiqad Ahli Sunnah Wal Jama'ah, Al Lalikaai, 1/22-23

Rabu, 29 Mei 2013

** JAGALAH ALLAH , KENALILAH ALLAH , dan MINTA TOLONGLAH PADA ALLAH ..............**

  '' Jagalah Allah, Kenalilah Allah, Minta Tolonglah Pada Allah…''
 6008_cdac_500Suatu hari Abdullah ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang masih belia beroleh wasiat dari sepupunya yang mulia, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam:“Wahai anak1, sungguh aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau meminta (suatu keperluan) maka mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, andai umat ini berkumpul untuk memberikan suatu kemanfaatan kepadamu, niscaya mereka tidak akan bisa memberikannya selain sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah bagimu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan suatu kemudaratan kepadamu niscaya mereka tidak akan bisa melakukannya, selain sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran catatan.”2 Dalam riwayat lain, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda kepadanya:“Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam keadaan engkau lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat engkau dalam kesempitan. Ketahuilah, apa yang telah ditetapkan luput darimu niscaya tidak akan menimpamu dan apa yang ditetapkan menimpamu niscaya tidak akan luput darimu. Ketahuilah, pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesulitan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.”3Wasiat yang tersampaikan lewat lisan Rasul Shalallahu ‘alaihi wassalam ini adalah wasiat yang sangat bermanfaat. Sepantasnya setiap muslim menghafalkan dan mengamalkannya karena mengamalkannya akan mendatangkan kebahagiaan dan kesuksesan.beauty-of-god-053Wasiat pertama: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu.”Menjaga Allah Subhanahu wata’ala adalah menjaga syariat agama-Nya dan batasan-batasan-Nya, yakni seseorang menjaga ketaatan kepada Allah dan menegakkan batasan-batasan Allah. Jika batasan tersebut berupa kewajiban maka ia tidak melampauinya. Jika berupa keharaman, ia meninggalkan dan menjauh darinya. Siapa yang menjaga Allah niscaya Allah akan menjaga agama, keluarga dan hartanya.Menegakkan ketaatan kepada Allah adalah sebab dijaganya agama seorang hamba hingga ia wafat. Di samping itu, ia juga menjadi sebab terjaganya keluarga seseorang ketika hidupnya dan setelah matinya sehingga tidak terjadi sesuatu yang tak disukai pada keluarga yang ditinggalkan. Disebutkan dalam surah al-Kahfi tentang perjalanan Nabi Musa Alaihi salam dan Nabi Khidhir Alaihi salam, saat Nabi Khidhir menegakkan dinding yang hampir roboh karena di bawahnya ada harta yang tersimpan milik dua anak yatim yang akan dikeluarkan oleh Allah apabila keduanya telah dewasa. Disebutkan bahwa ayah kedua anak tersebut adalah seorang yang saleh.“Adalah ayah keduanya seorang yang saleh.” (al-Kahfi: 82)Ini menjadi bukti penjagaan Allah Subhanahu wata’ala terhadap keturunan seorang hamba yang saleh.Menjaga batasan Allah juga menjadi sebab terjaganya harta seorang hamba. Bukankah Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman:“Siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan jadikan jalan keluar baginya dan Dia beri rezki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (ath-Thalaq: 2—3)Betapa banyak orang yang diberkahi hartanya, dijaga dari penyakit-penyakit dan gangguan karena ia menjaga batasan-batasan Allah. 159740_e8821975a4acc33dcd0debdc6747589f_largeWasiat kedua: Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.”Termasuk manfaat yang diperoleh hamba dengan ia menjaga batasan-batasan Allah adalah Allah ada di hadapan si hamba. Allah Subhanahu wata’ala memberi hidayah kepadanya berupa hal-hal mengandung kebaikan si hamba. Allah Subhanahu wata’ala juga memudahkan urusannya sehingga tidak ia dapatkan sebuah urusan pun melainkan menjadi mudah dan ringan. Wasiat ketiga: “Kenalilah Allah dalam keadaan lapang niscaya Dia akan mengenalimu di saat sempit.”Tabiat umumnya manusia, saat lapang ia bersenang-senang dan melupakan hak-hak Allah. Adapun orang-orang yang diberikan taufik, mereka mengetahui bahwa kelapangan tidaklah terus-menerus dirasakan. Pasti ada saatnya seseorang jatuh dalam kesempitan dan kesulitan—paling tidak kesulitan saat kematian: berpisah dengan harta, istri dan anak. Maka dari itu, ketika lapang mereka melakukan amalan yang bisa menolong mereka di saat sempit. Di saat lapang mereka mengenali Rabb mereka dengan cara menunaikan ketaatan kepada-Nya. Allah Subhanahu wata’ala tidak kehilangan mereka dari mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka. Allah Subhanahu wata’ala pun tidak mendapati mereka mengerjakan apa yang dilarang oleh-Nya. Siapa yang mengenal Allah dalam keadaan senang, di saat sehat, atau di saat hidup dalam kekayaan, niscaya Allah akan mengenalinya dalam keadaan sempit.Kesempitan bisa berupa kefakiran, sakit, atau rasa takut. Kesempitan paling besar yang akan dialami seorang hamba adalah saat kematian, karena kematian adalah saat berpisah dengan dunia dan menuju ke negeri akhirat. Dalam keadaan seperti ini, yang paling dia butuhkan adalah kelembutan Allah Subhanahu wata’ala dan rahmat-Nya. Di saat kematian datang menjemputnya, terkumpul padanya berbagai kesulitan: kesulitan berpisah dengan dunia, istri, anak, dan harta. Demikian juga kesulitan berupa rasa sakit yang menimpanya saat itu (sakaratul maut), kesulitan berupa ngerinya pemandangan yang ada, ditambah oleh kesulitan untuk tetap kokoh di atas iman. Hal ini karena setan sangat berambisi untuk menyimpangkan hamba dan menyesatkannya saat itu. Saat tersebut adalah poros penentu kebahagiaan seorang hamba atau celakanya. Bisa jadi, di saat genting demikian, ditawarkan kepada si hamba agama Yahudi dan Nasrani atau selainnya sebagai fitnah (ujian) baginya. Jika si hamba mengenali Rabbnya di saat lapang, Allah akan mengenalinya dalam kesempitan, mengokohkannya, dan menutup umurnya dengan akhir yang baik (husnul khatimah). door view riverWasiat keempat dan kelima: Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Apabila engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan bila engkau minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.”Siapa yang ingin kebutuhannya terpenuhi tanpa harus berutang budi kepada seseorang selain Allah saja dan tanpa beroleh kesulitan, hendaknya ia memohon kepada Allah Subhanahu wata’ala, minta keutamaan, dan bersandar hanya kepada-Nya.Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah membaiat sejumlah sahabat beliau agar tidak meminta apapun kepada manusia. Sampai-sampai ada salah seorang dari mereka yang cambuk atau tali kekang untanya jatuh, namun ia tidak meminta seorang pun untuk mengambilkannya. (HR. Muslim)Kalaupun kita terpaksa minta tolong kepada makhluk dalam hal yang makhluk mampu melakukannya, yakinlah bahwa itu hanyalah sebab. Adapun yang menetapkannya dan menolong secara hakiki adalah Dia Yang di Atas. Maka dari itu, jangan lupakan Dia ketika Dia menolongmu lewat perantara seseorang dari kalangan hamba-Nya.Di akhir sabdanya (dari hadits tersebut diatas), Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menerangkan bahwa umat ini tidak akan mampu memberikan kemanfaatan kepadamu atau memudaratkanmu selain apa yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wata’ala bagimu. Apa yang telah ditetapkan oleh Allah atasmu, pasti akan menimpamu karena ketentuan takdir telah selesai. Semuanya telah tercatat.Setelahnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada sepupunya (Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu) agar ia tahu bahwa pertolongan itu datang bersama kesabaran. Siapa yang bersabar, ia akan menang dan mencapai tujuannya. Kelapangan itu bersama kesulitan. Kapan saja kesulitan itu semakin besar menimpamu dan urusannya terasa sempit bagimu, menghadaplah kepada Rabbmu. Nantikanlah kelapangan dari-Nya karena sungguh kelapangan itu sangat dekat. Dan kesulitan itu bersama kemudahan. Kesulitan itu dilingkupi oleh dua kemudahan, kemudahan yang telah lewat dan kemudahan yang akan datang.Allah Subhanahu wata’ala berfirman:“Maka sungguh bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5—6)4Oleh karena itu, satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan, kata Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu.Demikianlah wasiat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalamkepada anak pamannya. Hafalkan, realisasikan dan amalkanlah, mudah-mudahan kita termasuk orang yang beruntung.Sebagai penutup, kita akan menyimpulkan beberapa faedah dari hadits di atas.1. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memiliki sifat lembut kepada orang yang kedudukannya di bawah beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam. Dalam hal ini, beliau menyapa sepupunya dengan kalimat, “Wahai anak!”2. Sebelum menyampaikan sesuatu yang penting, hendaknya seseorang mengawali dengan kalimat yang menarik perhatian pendengar. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mengatakan, “Wahai anak, aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kalimat.”3. Siapa yang menjaga Allah Subhanahu wata’ala, niscaya Allah akan menjaganya.4. Siapa yang menyia-nyiakan agama Allah, Allah pun akan menyia-nyiakannya, tidak menjaganya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:“Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah maka Allah jadikan mereka melupakan diri-diri mereka. Mereka itulah orang-orang fasik.”(al-Hasyr: 19)5. Siapa yang menjaga Allah, Allah akan memberi hidayah dan menunjukkan kebaikan kepadanya. Konsekuensi penjagaan Allah adalah Allah akan menghalangi kejelekan dari si hamba.6. Jika seseorang membutuhkan pertolongan, hendaklah ia meminta tolong kepada Allah.7. Manusia/makhluk yang ada tidak akan mampu memberikan kemanfaatan kepada seseorang melainkan apabila Allah Subhanahu wata’ala telah menetapkannya. Demikian pula sebaliknya, manusia tidak mampu memudaratkan seseorang melainkan jika Allah telah menentukannya.8. Seseorang wajib menggantungkan harapannya kepada Allah dan tidak menoleh kepada makhluk karena makhluk tidak bisa memberi manfaat dan tidak pula dapat menolak kemudaratan.9. Segala sesuatu telah tercatat dalam catatan takdir karena seperti kata Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalamdalam hadits yang sahih bahwa takdir makhluk telah Allah tetapkan 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. (HR. Muslim)10. Urusan yang telah ditetapkan oleh Allah akan diperoleh oleh seseorang, pasti dia akan mendapatkannya, tidak akan luput darinya. Sebaliknya, apa yang ditetapkan oleh Allah tidak akan diperoleh si hamba, selamanya ia tidak akan didapatkannya.11. Kabar gembira yang agung bagi orang-orang yang bersabar, yakni dekatnya pertolongan Allah Subhanahu wata’ala untuknya karena pertolongan itu selalu bergandengan dengan kesabaran.12. Kabar gembira besar yang lain, bahwa kesulitan itu pasti akan hilang karena kelapangan selalu bergandengan dengan kesulitan itu sendiri. Dengan demikian, manakala seorang hamba mengalami kesulitan dalam suatu urusan niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan memberikan kelapangan kepadanya setelah kesulitan tersebut.13. Kabar gembira yang ketiga adalah jika seseorang ditimpa oleh kesulitan maka hendaklah ia menanti datangnya kemudahan karena Allah telah menyebutkan hal tersebut dalam Al-Qur’anul Karim. Dia Yang Mahasuci berfirman:“Maka sungguh bersama kesulitan ada kemudahan. Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.” (al-Insyirah: 5—6)Jika urusan yang engkau hadapi terasa sulit, berdoalah kepada Allah sembari menantikan kemudahan dari-Nya dan membenarkan janji-Nya.14. Hiburan bagi hamba tatkala terjadi musibah dan terluput dari urusan yang diidamkannya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda (yang artinya), “Ketahuilah apa yang telah ditetapkan luput darimu niscaya tidak akan menimpamu. Dan apa yang ditetapkan menimpamu niscaya tidak akan luput darimu.Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. (Dinukil secara ringkas dari adh-Dhiya’ul Lami’ minal Khuthabil Jawami’, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 6/264—268, dan Syarhul Arba’in an-Nawawiyah, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 224—229) Catatan Kaki:1 Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalamwafat sementara Ibnu Abbas baru berusia sekitar 15 atau 16 tahun atau lebih kecil lagi.2 HR. at-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitab Shifatul Qiyamah, no. 2516, Ahmad dalam Musnad­-nya, 1/293. Hadits ini sahih, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, al-Misykat no. 5302, dan Zhilalul Jannah, 316—318.3 HR. Ahmad 1/307, al-Hakim dalam al-Mustadrak, 3/624.4 Kesulitan yang disebutkan dalam ayat pertama sama dengan kesulitan yang disebutkan dalam ayat berikutnya. Penyebutannya diulangi menggunakan alif lam lil ‘ahd adz-dzikri. Namun, kemudahan yang disebutkan dalam ayat yang awal berbeda dengan kemudahan yang disebutkan dalam ayat berikutnya karena keduanya disebutkan dengan lafadz nakirah (tak tertentu). Dengan demikian, satu kesulitan akan dihadapi oleh dua kemudahan. (Lihat Tafsir al-Qur’anil Karim, Juz ‘Amma, hal. 253, karya asy-Syaikh Ibnu Utsaimin       Wallahu A'lam bisshawwab...............

** PETUNJUK AL-QUR'AN TENTANG WAKTU **

                                        Petunjuk al-Qur’an tentang Waktu
    "Waktu adalah simbol keberadaan dan ruang bagi manusia untuk memperoleh derajat yang akan membuatnya layak masuk surga. Waktu merupakan wadah yang harus dipenuhi dengan kebaikan."
-         Pertama, Nilai Waktu
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, “Demi waktu. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman ....” (QS. al-‘Ashr [103]: 1-3).
Penerapan Sehari-hari
Waktu adalah simbol keberadaan dan ruang bagi manusia untuk memperoleh derajat yang akan membuatnya layak masuk surga. Waktu merupakan wadah yang harus dipenuhi dengan kebaikan. Tidak boleh ada yang kosong, bahkan saat waktu luang itu sendiri, yaitu ketika rekreasi, istirahat dan mempersiapkan diri untuk babak berikutnya.
Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kesempatan berharga yang akan menyelamatkan seseorang dari azab dan mendekatkannya ke surga. “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah,niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS al-Zalzalah [99]: 7-8).
Waktu yang diberikan kepadaku adalah pengintai umurku agar aku memperhatikan bagaimana umurku dihabiskan dan diinvestasikan. Itu merupakan tanggung jawabku untuk mengetahui seberapa banyak aktivitasnya hingga benar-benar produktif. Waktu adalah kehidupanku yang memacu pergerakan aktivitas, intelektual, dan spiritual. Ia merupakan periode terbatas yang memungkinkanku mendapatkan keabadian. Ia adalah modal terbesar di dunia.
Sekarang, apakah Anda tahu mengapa bagian terbesar dalam al-Qur’an adalah waktu dengan berbagai kosakatanya, yaitu fajar, shubuh, duha, siang, malam, asar, tahun, dan lain sebagainya?
Imam Ali k.w mengatakan, “Barang siapa melalaikan waktu, niscaya dia dilalaikan olehnya.” Artinya, siapa yang menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak penting, niscaya waktu akan memalingkannya dari hal-hal yang penting. Alangkah merugi perniagaannya dan betapa tidak tahunya dia akan miliknya yang bernilai.
-         Semua orang mencela waktu
-         padahal yang seharusnya dicela hanyalah diri kita
-         Kita mencela waktu padahal aibnya ada pada diri kita
-         Seandainya waktu bisa berbicara, niscaya kita dikecamnya
-          
-         Kedua, Mengamati Waktu
Allah Swt berfirman kepada Uzair yang sudah dimatikan selama seratus tahun kemudian dihidupkan kembali, “‘Berapa lama engkau tinggal (di sini)?’ Dia menjawab, ‘Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.’” (QS. al-Baqarah [2]: 259).
Penerapan Sehari-hari
Ketika malaikat maut, Izrail, menemui Nabi Allah Nuh a.s, untuk mencabut nyawanya, dia berkata kepadanya, “Wahai Nabi yang paling panjang umurnya! Menurutmu kehidupan itu apa?” Nuh a.s menjawab, “Hidup itu bagaikan orang yang memasuki satu pintu kemudian keluar lagi dari sana.”
Jika kehidupan—dengan segala kesenangannya—dinilai sangat singkat seperti itu, kok bisa-bisanya ia tidak diperhatikan secara ekstra dan diamati secara mendalam? Hadits mengatakan, “Setiap kali hari berganti, ia datang kepada manusia seraya berkata, ‘Wahai manusia! Aku adalah hari baru dan akan menjadi saksi untukmu. Karena itu, perlakukanlah aku dengan baik. Isilah aku dengan amal baik. Dengan begitu aku akan menjadi saksi yang meringankanmu di hari kiamat. Setelah ini kamu tidak akan pernah lagi berjumpa denganku. Hariku, harimu, dan hari orang-orang hanya tiga: pertama, hari kemarin yang sudah berlalu dan tinggal kenangan; kedua, hari sekarang yang sedang dijalani yang merupakan keberuntungan; dan ketiga, hari esok. Kita tidak tahu siapa bisa sampai ke sana.’”
Mengamati waktu bukan berarti memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya saja, tapi juga keluar dari rutinitasnya. Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, tidak mengalami perkembangan, kemajuan, atau peningkatan kebaikan adalah orang yang merugi. Orang yang tidak mengetahui peningkatan dalam dirinya pasti berada dalam kemunduran.
Mengamati waktu juga bisa diartikan membaginya dengan sesuatu yang bisa menjamin semua kebutuhan. Pepatah mengatakan: malam dan siang tidak akan bisa menampung semua keperluanmu. Karena itu, bagilah ia antara pekerjaan dan istirahat.
Rasulullah Saw pernah ditanya tentang sebuah keterangan dalam Suhuf Ibrahim a.s. Beliau menjawab, “Dalam suhuf Ibrahim disebutkan bahwa orang yang berakal—selama akalnya masih sehat—seharusnya membagi waktu menjadi empat bagian: pertama, waktu untuk bermunajat kepada Tuhannya; kedua, waktu untuk introspeksi diri; ketiga, waktu untuk merenungkan ciptaan Allah Swt; keempat, waktu untuk menikmati kelezatan-kelezatan hidup yang diperkenankan oleh agama. Waktu yang keempat dapat membantu waktu-waktu sebelumnya dan merelaksasikan hati.” Maksudnya, waktu dibagi menjadi waktu untuk bekerja, waktu untuk beribadah, waktu untuk belajar, dan waktu untuk beristirahat dan memperbarui semangat.
-         Ketiga, Pergantian Siang dan Malam
Allah Swt berfirman, “Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian, dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. al-Naba [78]: 10-11).
Penerapan Sehari-hari
Allah telah membagi waktu dengan kelembutan dan kebijaksanaan-Nya. Pertama, waktu untuk beramal, beraktivitas, berjuang, dan berusaha. Kedua, waktu untuk istirahat, rekreasi, dan berlibur. Malam dijadikan untuk menenangkan diri, sedangkan siang dikhususkan untuk mencari karunia-Nya. Siang identik dengan kebangkitan, karena saat itu manusia bertebaran untuk mencari rezeki. Sementara itu, malam identik dengan ketenangan, karena aktivitas telah berhenti, orang-orang cenderung untuk beristirahat dan tidur.
Inilah pembagian yang arif dan bijaksana. Ada pergantian siang dan malam. Namun sayangnya, banyak orang yang mengubah firman Allah. Malam dijadikan siang, siang dijadikan malam. Orang yang bekerja di malam hari mungkin bisa ditolerir kalau dia tidak punya kesempatan bekerja di siang hari. Tapi, apa alasannya menolerir orang yang menghabiskan malam dengan bergadang, bergosip, bermain, berpesta, dan bergumul dalam kesenangan yang diharamkan?
Bergadang seharusnya dilakukan untuk amal-amal yang penting dan bermanfaat, semisal menjaga keamanan, ibadah, mencari ilmu, atau merayakan pernikahan yang bahagia. Adapun bergadang sambil merokok dan membincangkan sesuatu yang batil bersama orang-orang, itu jelas akan merugikan, bukan menguntungkan. Karena itu pepatah mengatakan: malam dan siang akan mengerjaimu (yakni menghancurkanmu), karena itu kerjailah keduanya (yakni dengan membangun).
-         Keempat, Memanfaatkan Waktu yang Berharga
Allah Swt berfirman, “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. al-Qadr [97]: 3).
Penerapan Sehari-hari
Dari sekian nikmat yang diberikan oleh Allah Swt kepada kita adalah ada waktu-waktu selama hidup kita atau selama setahun sekali di mana saat itu kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya, keburukan dihapuskan, dan anugerah dilimpahkan. Di antaranya adalah bulan Ramadhan yang penuh berkah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw, “Ramadhan adalah bulan paling mulia di mata Allah. Siangnya adalah siang yang paling utama. Malamnya adalah malam yang paling utama. Dan jamnya adalah jam yang paling utama.” Bahkan beliau bersabda, “Ramadhan adalah bulan di mana pada bulan itu terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.”
Waktu-waktu itu merupakan pengecualian atau waktu kompensasi. Seolah-olah waktu shalat adalah kesempatan untuk memperbaiki kekurangan pada waktu sebelumnya. Waktu Jum‘at adalah kesempatan untuk memperbaiki kekurangan dalam seminggu. Bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk memperbaiki kekurangan dalam setahun. Dan haji adalah kesempatan untuk memperbaiki kekurangan selama hidup. Dalam sebuah hadits dinyatakan, “Dalam hari-hari kalian terdapat banyak karunia Tuhanmu. Songsonglah karunia itu, besar harapan kalian mendapat salah satu di antaranya. Kalian tidak akan celaka sampai kapan pun bila mendapatnya.”
-         Kelima: Hari Raya
Allah Swt berfirman, “Dia (Musa) berkata, “(Perjanjian) waktu (untuk pertemuan kami dengan kamu itu) ialah pada hari raya.” (QS. Thaha [20]: 59).
Penerapan sehari-hari
Al-‘Îd (hari raya) terambil dari kata al-‘audah (kembali). Artinya adalah kesempatan untuk kembali kepada Allah. Hari Raya Idul Fithri adalah hari kembali kepada Allah setelah melaksanakan perintah dan ketaatan pada bulan Ramadhan. Adapun Hari Raya Idul Adha adalah hari kembali kepada Allah Swt setelah menyambut seruan-Nya di bulan Haji. Yang dimaksud dengan hari kembali adalah kembali kepada Allah dalam keadaan bersih karena dosa-dosa diampuni. Lalu, apakah hari raya hanya sebatas itu? Tentu tidak. Sebab, setiap hari yang saat itu tidak diisi dengan bermaksiat kepada Allah adalah hari raya. Artinya apa? Artinya adalah Anda bisa menjadikan hari-hari Anda, bahkan hari sedih dan hari berkabung sekalipun sebagai hari raya. KetikaAnda tertimpa musibah kemudian mengatakan إنّا للهِ وإنّا إليه راجعون (Kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya), maka dengan ucapan itu sejatinya Anda telah mengubah kesedihan dengan kebahagiaan, karena Allah Swt bakal menggembirakan Anda dengan rahmat-Nya jika Anda berbuat demikian.
Boleh jadi hari rayaku bukan hari raya apabila aku merusaknya dengan permainan yang diharamkan, pesta pora, berburu kenikmatan yang diharamkan, dan kemungkaran.
Hari rayaku adalah hari di mana aku menjalankan tanggung jawabku sebagai seorang hamba muslim yang di pundaknya telah dibebankan sejumlah tanggung jawab terhadap diri dan masyarakat.
Hari rayaku adalah hari di mana aku memperbaiki kehidupanku, kehidupan orang-orang di sekitarku, meski hanya dengan kata-kata yang baik.
Hari rayaku adalah hari di mana di penghujung hari aku pulang ke rumah dengan hati yang senang karena telah sukses mengerjakan kewajiban, menepati perjanjian, menjalankan ibadah kepada Allah dengan ikhlas, dan memberi manfaat kepada para hamba-Nya sebatas kemampuan.
Hari rayaku ... juga aku ciptakan sendiri!
-         Keenam: Hari Kiamat
Allah Swt berfirman, “Saat (hari kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.” (QS. al-Qamar [54]: 1).
Penerapan sehari-hari
Banyak orang mengatakan, apa urusannya hari kiamat dengan kehidupan? Hari kiamat itu hanyalah akhir kehidupan dan babak akhirnya.
Orang-orang yang berpandangan seperti itu lupa bahwa ketika kiamat tiba, maka berakhirlah kehidupan yang fana dan dimulailah kehidupan yang abadi. Mempersiapkan diri untuk kedatangannya setiap saat berarti mengisi waktu dengan serius, mengisinya dengan kebaikan, menjadikannya bermakna, bernilai, dan tercerahkan.
Rasulullah Saw bersabda, “Ketika hari kiamat tiba, sementara salah seorang dari kalian memegang bibit pohon kurma, maka hendaklah dia menanamnya!” Artinya, amal dan harapan harus tetap ada dan seiring sejalan hingga di saat-saat terakhir yang sangat sulit sekalipun.
Seorang Badui bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah! Kapan hari kiamat terjadi?” Rasulullah Saw balik bertanya, “Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?” Itulah pertanyaan yang sesungguhnya harus dijawab.........

Wallahu A’lam Bisshawwab