Jumat, 29 Maret 2013

''''' PEMUDA DALAM ISLAM ''''''


Pemuda Dalam Islam
‘’ Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu ‘anhu-, “Tidak akan beranjak kaki anak Adam pada Hari Kiamat dari sisi Rabbnya sampai dia ditanya tentang 5 (perkara) : Tentang umurnya dimana dia habiskan, tentang masa mudanya dimana dia usangkan, tentang hartanya dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia keluarkan dan tentang apa yang telah dia amalkan dari ilmunya”. (HR. At-Tirmizi)                                                                                                                      Hadits di atas jelas menunjukkan bahwa masa muda merupakah salah satu nikmat terbesar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dan itu sekaligus menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan usia muda dan para pemuda. Karenanya berikut sedikit keterangan mengenai pemuda dalam pandangan islam.
PeranPemudaDalamIslam                                                                                                                        Tidak diragukan lagi bahwa para pemuda memiliki peran yang sangat penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan masyarakat kaum muslimin secara khusus, karena jika mereka adalah para pemuda yang baik dan terdidik dengan adab-adab Islam maka merekalah yang akan menyebarkan dan mendakwahkan kebaikan Islam serta menjadi nakhoda ummat ini yang akan mengantarkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah memberikan kepada mereka kekuatan badan dan kecemerlangan pemikiran untuk dapat melaksanakan semua hal tersebut. Berbeda halnya dengan orang yang sudah tua umurnya walaupun para orang tua ini melampaui mereka dari sisi kedewasaan dan pengalaman, hanya saja faktor kelemahan jasad -kebanyakannya- membuat mereka tidak mampu untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh para pemuda.                                                                                    Oleh karena itulah para sahabat yang masih muda -radhiallahu ‘anhum- memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama ini baik dari sisi pengajaran maupun dari sisi berjihad di jalan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Di antara mereka ada Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr ibnul Ash, Muadz bin Jabal, dan Zaid bin Tsabit yang mereka ini telah mengambil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- berbagai macam ilmu yang bermanfaat, menghafalkannya, dan menyampaikannya kepada ummat sebagai  warisan dari Nabi mereka. Di sisi lain ada Khalid ibnul Walid, Al-Mutsanna bin Haritsah, Asy-Syaibany dan selain mereka yang gigih dalam menyebarkan Islam lewat medan pertempuran jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruhnya mereka adalah satu ummat yang tegak melaksanakan beban kewajiban mereka kepada agama, ummat, dan masyarakat mereka, yang mana pengaruh atau hasil usaha mereka masih kekal sampai hari ini dan akan terus menerus ada -dengan izin Allah- sepanjang Islam ini masih ada.                                                                                                Para pemuda di zaman ini adalah para pewaris mereka (para pemuda dari kalangan shahabat) jika mereka mampu untuk memperbaiki diri-diri mereka, mengetahui hak dan kewajiban mereka, serta melaksanakan semua amanah yang diberikan kepada mereka yang berkaitan dengan ummat ini. Dan bagi mereka khabar gembira dari Nabi mereka -Shollallahu alaihi wasallam- tatkala beliau bersabda dalam hadits yang shahih, “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya,” lalu beliau menyebutkan di antaranya, “Seorang pemuda yang tumbuh dalam penyembahan kepada Rabbnya.”
Perhatian Islam Kepada Pemuda                                                                                               Agama kita Islam yang mulia ini mempunyai perhatian yang sangat besar mengenai pertumbuhan dan perkembangan para pemuda, karena merekalah yang akan menjadi tokoh di masa yang akan datang, yang akan menggantikan dan mewarisi tugas-tugas mulia dari ayah-ayah mereka kepada ummat ini. Berikut beberapa tuntunan Islam yang berkaitan dengan apa yang kita sebutkan:                                                                                       1.    Islam menuntunkan setiap lelaki untuk memilih istri yang sholihah yang akan lahir darinya anak-anak yang sholeh yang selanjutnya tumbuh menjadi para pemuda yang beraqah dan berakhlak Islamy. Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- bersabda mengingatkan setiap lelaki yang mau mencari istri, “Pilihlah  yang baik agamanya, kalau tidak maka celaka kamu.”                                                                                                Hal ini dikarenakan jika Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memberikan rezki berupa anak-anak dari istri yang sholihah maka dia -sebagai ibu- akan tegak melaksanakan perannya dalam rumah tangganya dalam hal mendidik dan mengarahkan anak-anaknya kepada tuntunan Islam. Ini adalah tuntunan Islam kepada para pemuda sebelum lahirnya.
2.    Memberikan nama yang baik kepada anak, karena nama yang baik itu juga memiliki makna dan pengaruh yang baik pada akhlak sang anak, karena dia merupakan lambang dari doa atau harapan orang tua kepada Allah tentang anaknya. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- memotifasi setiap orang tua untuk memilih nama yang baik buat anak mereka serta menjauhi nama yang jelek atau nama yang menunjukkan atau mengandung makna yang kurang pantas.                                                                            . 3.Melaksanakan nasikah/aqiqah untuk anak, karena hukumnya adalah sunnah mu`akkadah dan memiliki pengaruh yang baik kepada anak. Ketiga perkara di atas adalah tuntunan Islam kepada para pemuda di awal pertumbuhannya.
4.    Menaruh perhatian yang besar dalam mendidik anak ketika dia sudah memasuki usia mumayyiz dan sudah mempunyai daya tangkap (paham).                                                            Dan telah ada suri tauladan yang baik pada diri Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- dalam hal ini, bagaimana beliau mengajarkan kepada anak-anak dan para pemuda dari kalangan sahabat semua perkara keagamaan dari yang palng besar sampai pada perkara yang paling kecil. Beliau bersabda kepada Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- ketika mengajarkan beberapa perkara aqidah kepadanya, “Hai anak kecil, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkataan: Jagalah Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya kamu akan mendapati Dia berada di depanmu, jika kamu meminta maka minta hanya kepada Allah dan jika kamu meminta pertolongan maka minta pertolongan hanya kepada Allah”. (HR. At-Tirmizi)                                                  Dan beliau bersabda dalam masalah sholat, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena (mereka meninggalkan) nya ketika mereka telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur”.                                                                                 Dan beliau juga pernah menegur Umar bin Abi Salamah ketika dia sedang makan, “Hai anak kecil, bacalah bismillah (sebelum makan), makanlah dengan (tangan) kananmu dan (mulailah) makan dari (makanan) yang terdekat denganmu”. (HR. Muslim)      Dan selainnya dari hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap para pemuda, dan Islam mengawasi serta mengarahkan mereka dalam setiap fase umur mereka yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya tangkap masing-masing pemuda.                                                                                    Apalagi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- telah mengkhabarkan dalam hadits Abu Hurairah, “Setiap (anak) yang dilahirkan (pasti) dilahirkan di atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang membuat dia jadi Yahudi atau Nashrani atau Majusi”.                                                                                                           Hadits ini menunjukkan bahwa fitrah setiap anak yang dilahirkan adalah kebaikan, kebenaran, dan di atas nilai-nilai Islam, dan fitrah ini jika dijaga oleh kedua orang tuanya dan mereka mengarahkannya kepada kebaikan maka sang anak pasti akan mengarah kepada jalan-jalan kebaikan. Adapun jika kedua orang tua menyimpang dari nilai-nilai Islam dalam mendidik anak-anak mereka maka fitrah ini akan rusak dan ikut menyimpang dari nilai-nilai Islam sesuai dengan pendidikan orang tuanya. Maka jika orang tua adalah Yahudi atau Nashrani atau Majusi maka sang anak akan tumbuh di atas agama yang buruk ini yang secara otomatis telah merusak fitrahnya. Adapun jika orang tuanya adalah muslim yang sholeh, pasti dia akan menjaga fitrah yang mulia ini, yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- telah tempatkan ke dalam hati setiap anak, lalu menumbuhkannya, mensucikannya, dan menjaganya.                                                                                                               5.    Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan setiap anak ketika kedua orang tuanya atau salah satunya sudah berusia lanjut agar dia berbuat baik kepada keduanya atau kepada yang masih hidup di antara keduanya, dan agar sang anak mengingat pendidikan kedua orang tuanya kepadanya ketika dia masih kecil. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah selain     Dia dan hendaklah kalian berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya telah sampai pada usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra` : 23-24)
Sisi pendalilan dari kedua ayat di atas adalah dalam firmanNya,“Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.Maka perawatan orang tua kepada anaknya adalah suatu nikmat dan kebaikan untuk sang anak yang wajib dia balas kepada kedua orang tuanya. Bukan yang diinginkan dengan perawatan dalam ayat ini hanya terbatas pada perawatan yang sifatnya jasmaniyah saja, dalam artian mencukupi mereka dalam hal makanan, minuman, tempat tinggal, dan selainnya. Karena jika perawatan sebatas pada perkara-perkara tersebut maka tidak ada bedanya dengan perawatan binatang kepada anaknya. Akan tetapi yang lebih penting dari hal itu adalah perawatan maknawiyah berupa menjaga fitrah sang anak agar tetap suci, mengarahkannya kepada kebaikan, menanamkan nilai-nilai Islam pada dirinya, serta membiasakan mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam aturan-aturan Islam, inilah perawatan yang akan mendatangkan manfaat yang pengaruhnya akan terus bersama sang anak.                                                                     Adapun sekedar merawat mereka dengan perawatan jasmaniyah, maka hal ini justru lebih mendekati kepada perbuatan merusak mereka daripada memperbaiki mereka. Karena seorang anak, jika dipenuhi semua kebutuhannya dari sisi makanan, minuman, dan keinginan tetapi tidak diberikan perawatan maknawi berupa pendidikan keagamaan yang benar maka ini adalah sebesar-besar faktor yang menyebabkan mereka tumbuh di atas sifat-sifat kebinatangan.                                                                                                     Maka jika kedua orang tua merawat anak mereka dengan kedua jenis perawatan ini maka inilah yang merupakan kebaikan besar yang akan terus-menerus dikenang oleh sang anak ketika dia merasakan kebaikan dari kedua orang tuanya sehingga dia bisa berkata sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”           
Wallahu a’lam bishshawab

Selasa, 26 Maret 2013

*** JANGAN TAKUT MENEGAKKAN SYARI'AT ISLAM ***


‘   ‘’Jangan Takut Menegakkan Syari’t Islam !                 (Pesan Buya Hamka & M Natsir )’’



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoeJNozCxvPf2GuyZrkorzxEbnnDPoKh3xT3GhB2AwTWyl_5t5mza4fv_cKOUDmsOU9PME0QTUVeilm58pN6pC2DoEnYWeBzrZ-q5fMBDN9kd72kPURAADYr8ku6o1cP6dhDVnZnz8953t/s1600/hamka-anti-pancasila.jpg


Isu Negara Islam Indonesia, radikalisme, dan terorisme yang ditayangkan hampir setiap hari di media massa nasional setidaknya mampu membentuk opini di masyarakat—khususnya mereka yang awam terhadap gerakan Islam, untuk mencurigai setiap hal yang berkaitan dengan aktivitas keislaman. Di kampung-kampung, pasca hebohnya pemberitaan tentang NII, masyarakat menaruh kecurigaan terhadap gerakan-gerakan yang selama ini menuntut diberlakukannya sistem Islam dalam pemerintahan, tegaknya syariat Islam, dan menuntut dihentikannya kezhaliman global yang dipertontonkan AS dan sekutu-sekutunya. Apalagi, dalam pemberitaan selalu digambarkan bahwa mereka yang terlibat dalam NII dan terorisme menggunakan atribut-atribut seperti jilbab panjang dan bercadar bagi perempuan, celana cingkrang, berjanggut dan jidat hitam bagi laki-laki.
Tak hanya itu, isu ini juga sukses membuat aktivis parpol Islam sibuk menangkis tudingan bahwa mereka bukan bagian dari NII. Klarifikasi terhadap tudingan bahwa mereka bukan bagian dari NII sah-sah saja. Tapi, setidaknya klarifikasi itu tidak diiringi dengan kata-kata yang terkesan sok dan arogan, dengan mengatakan bahwa gagasan negara Islam adalah “ide kampungan”. Katakanlah tak setuju dengan ide negara Islam atau label negara Islam, setidaknya tak perlu mengeluarkan kata-kata yang terkesan arogan dan merasa paling paham soal konsep bernegara. Apalagi, isu NII ini kuat dugaan adalah rekayasa intelijen yang ingin memberangus ide-ide Islam.
                                                                        1                                                                     
Saat ini, umat dihadapkan pada elit-elit politik Islam yang terkesan mengidap inferiority complex alias minder dengan identitas Islam. Mereka selalu mengelak jika dituding ingin menegakkan syariat Islam. Seolah-olah syariat Islam adalah boomerang yang bisa menghancurkan karir politiknya, merusak reputasinya, bahkan menghambat laju popularitasnya. Islam tak lagi dianggap sebagai identitas yang menjual dalam panggung politik. Karena itu, bagi mereka politik identitas atau politik aliran sudah ketinggalan zaman. Koor ini disambut meriah oleh para politisi dan pengamat politik sekular. Gaung soal partai terbuka dianggap lebih modern dan tidak kampungan. Untuk terlihat matching sebagai partai terbuka dan modern, acara-acara pun diselenggarakan di hotel-hotel mewah. Logika sederhana mengatakan, di tengah umat yang dihimpit oleh kemiskinan, apakah pantas mengadakan acara bermegah-megahan?
Atas nama persatuan dan kesatuan, siasat politik dan toleransi, banyak elit-elit politik Islam yang menghindar jika dituding sebagai bagian dari kelompok yang mempunyai agenda penegakkan syariat Islam dalam konteks berbangsa dan bernegara. Seolah-olah “cap” sebagai penegak syariat akan melunturkan citra politiknya dan membuatnya terasing dari pentas politik.
Terkait dengan hal ini, Mohammad Natsir, tokoh Partai Masyumi, menyatakan : “Orang yang tidak mau mendasarkan negara itu kepada hukum-hukum Islam dengan alasan tidak mau merusakkan hati orang yang beragama Islam, sebenarnya (dengan tidak sadar atau memang disengaja) telah berlaku zhalim kepada orang Islam sendiri yang bilangannya di Indonesia 20 kali lebih banyak, lantaran tidak menggugurkan sebagian dari peraturan-peraturan agama mereka (agama Islam). Ini berarti merusakkan hak-hak mayoritas, yang sama-sama hal itu tidak berlawanan dengan hak-hak kepentingan minoritas, hanya semata-mata lantaran takut, kalau si minoritas itu “tidak doyan”. Ini namanya “staatkundige”, demokrasi tunggang balik.”
Nasehat bagi mereka yang “takut atau terkesan malu-malu” untuk menegakkan syariat Islam juga disampaikan Buya Hamka. Dalam Tafsir Al-Azhar, Hamka menyatakan :
“Sebagai Muslim, janganlah kita melalaikan hukum Allah. Sebab, di awal surah Al-Maaidah sendiri yang mula-mula diberi peringatan kepada kita ialah supaya menyempurnakan segala ‘uqud (janji). Maka, menjalankan hukum Allah adalah salah satu ‘uqud yang terpenting diantara kita dengan Allah. Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah boleh sekali-kali kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di dalam alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Moga-moga tercapai sekadar apa yang kita dapat capai. Karena Tuhan tidaklah memikulkan beban kepada kita suatu beban yang melebihi dari tenaga kita. Kalau Allah belum jalan, janganlah kita berputus asa. Dan kufur, zhalim, fasiklah kita kalau kita pecaya bahwa ada hukum yang lebih baik daripada hukum Allah.
                                                                         2
Jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, Adakah kamu, hai umat Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu? Janganlah berbohong dan mengolok-olokkan jawaban. Katakan terus terang, bahwa cita-cita kami memang itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang digariskan Tuhan dalam Al-Qur’an itu kita pungkiri?
Dan kalau ditanya orang pula, tidaklah demikan dengan kamu hendak memaksakan agar pemeluk agama lain yang digolongkan kecil (minoritas) dipaksa menuruti hukum Islam? Jawablah dengan tegas, “Memang akan kami paksa mereka menuruti hukum Islam. Setengah dari hukum Islam terhadap golongan pemeluk agama yang minoritas itu ialah agar mereka menjalankan hukum Taurat, ahli Injil diwajibkan menjalankan hukum Injil. Kita boleh membuat undang-undang menurut teknik pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat suci, tapi dasarnya wajiblah hukum Allah dari Kitab-kitab Suci, bukan hukum buatan manusia atau diktator manusia. Katakan itu terus terang, dan jangan takut! Dan insflah bahwa rasa takut orang menerima hukum Islam ialah karena propaganda terus menerus dari kaum penjajah selama beratus tahun. Sehingga, orang-orang yang mengaku beragama Islam pun kemasukan rasa takut itu”. (Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 6)
Demikian nasihat M Natsir dan Buya Hamka. Sebagai umat Islam, apalagi aktivis partai Islam, kita harus percaya diri bahwa Islamlah yang cukup dan cakap sebagai aturan dalam mengelola bangsa ini. Apalagi, cita-cita para as-saabiqunal awwalun bangsa ini dalam memerdekaan negeri ini adalah agar hukum Islam bisa ditegakkan, bukan hukum buatan manusia apalagi hukum buatan kolonial. Cita-cita menegakkan Islam harus terus disuarakan dan diperjuangkan. Karena, perjuangan menegakkan syariat Islam adalah perjuangan akidah, bukan perjuangan tawar menawar yang bisa dikompromikan.
“Adalah satu hal yang sangat tidak bisa diterima akal; mengaku diri Islam, mengikut perintah Allah dalam hal sembahyang (shalat) tetapi mengikuti teori manusia dalam pemerintahan”, demikian ujar Buya Hamka. (al-mustaqbal



                        Wallahu A’lam Bish shawwab                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              3

*** HUKUM MERAYAKAN ULANG TAHUN ***

               HUKUM MERAYAKAN ULANG TAHUN



        Perayaan ulang tahun atas kelahiran seseorang atau suatu organisasi tertentu tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Karena itu bila dilakukan, tidak bernilai ibadah.
        Cukup banyak ulama tidak menyetujui perayaan ulang tahun yang diadakan tiap tahun. Tentu mereka datang dengan dalil dan hujjah yang kuat. Di antara alasan penolakan mereka terhadap perayaan ulang tahun antara lain:
1.  Ulang tahun bila sampai menjadi keharusan untuk dirayakan dianggap sebuah sesuatu yang baru (bid’ah). Sebab Rasulullah SAW belum pernah memerintahkannya, bahkan meski sekedar mengisyaratkannya pun tidak pernah. Sehingga bila seorang muslim sampai merasa bahwa perayaan hari ulang tahun itu sebagai sebuah kewajiban ataupun keharusan, masuklah dia dalam kategori pembuat bid’ah.
2.   Ulang tahun adalah produk Barat/ non muslim.
Selain itu, kita tahu persis bahwa perayaan uang tahun itu diimpor begitu saja dari barat yang nota bene bukan beragama Islam. Sedangkan sebagai muslim, sebenarnya kita punya kedudukan yang jauh lebih tinggi. Bukan pada tempatnya sebagai bangsa muslim, malah mengekor Barat dalam masalah tata kehidupan.
        Seolah pola hidup dan kebiasaan orang Barat itu mau tidak mau harus dikerjakan oleh kita yang muslim ini. Kalau sampai demikian, sebenarnya jiwa kita ini sudah terjajah tanpa kita sadari. Buktinya, life style mereka sampai mendarah daging di otak kita, sampai-sampai banyak di antara kita mereka kurang sreg kalau pada hari ulang tahun anaknya tidak merayakannya. Meski hanya sekedar dengan ucapan selamat ulang tahun.
3.   Apakah Manfaat Merayakan Ulang Tahun?
Selain itu perlu juga kita renungkan sebagai muslim, apakah tujuan dan manfaat sebenarnya bisa kitadapat dari perayaan ini? Adakah nilai-nilai positif di dalamnya? Ataukah sekedar meneruskan sebuah tradisi yang tidak ada landasannya? Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang?
         Pertanyaan berikutnya, adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu atau amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertanyaan berikutnya dan ini akan menjadi sangat penting, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
       Yang terkahir namun tetap penting, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut seolah-olah acara seperti ini ‘harus’ dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah ‘sesuatu’ yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah kehilangan makna?
      ‘’Bahkan sekarang ini, perayaan ulang tahun dilakukan dengan mengemas nya secara agamis, dengan melakukan syukuran, pengajian atau lain sebagainya. Namun hakekat nya tetap sama, apa tujuan syukuran, pengajian tersebut ? tidak lain hanya merayakan ulang tahun tersebut. Apakah Islam mengajarkan hal yang demikian ? Isla selalu mengajarkan untuk melakukan ibadah sesuai dalil (contoh) dan perintah, bukan untuk dicarikan dalil agar perbuatan tersebut terlihat agamis.
       Kalau menimbang-nimbang pernyataan di atas, ada baiknya kita yang sudah terlanjur merayakan ulang tahun buat anak atau bahkan untuk diri kita sendiri melakukan evaluasi besar.
       ‘’Sebaliknya, mungkin ada baiknya pemikiran yang disampaikan oleh Dr. Yusuf Al-Qradawi tentang ulang tahun untuk anak. Misalnya, pada saat anak itu berusia 7 tahun, tidak ada salahnya kita ajak dia untuk menyampaikan pesan-pesan dalam acara khusus tentang keadaannya yang kini menginjak usia 7 tahun. Di mana Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada para orang tua untuk menyuruh anaknya shalat di usia itu.
Bolehlah dibuat acara khusus untuk penyampaian pesan ini, agar terasa ada kesan tertentu di dalam diri si anak. Bahwa sejak hari itu, dirinya telah mendapatkan sebuah tugas resmi, yaitu diperintahkan untuk shalat.
     Nanti di usia 10 tahun, hal yang sama boleh dilakukan lagi, yaitu sebagaimana perintah Rasulullah SAW untuk menambah atau menguatkan lagi perintah shalat. Kali ini dengan ancaman pukulan bila masih saja malas melakukan shalat. Bolehlah diadakan suatu acara khusus di mana inti acaranya menetapkan bahwa si anak hari ini sudah berusia 10 tahun, di mana Rasulullah SAW membolehkan orang tua memukul anaknya bila tidak mau shalat.
Kira-kira usia 15 tahun lebih kurangnya, ketika anak pertama kali baligh, boleh juga diadakan acara lagi. Kali ini orang tua menegaskan bahwa anak sudah termasuk mukallaf, sehingga semua hitungan amalnya baik dan buruk sejak hari itu akan mulai dicatat. Bolehlah pada hari itu orang tua membuat acara khusus yang intinya menyampaikan pesan-pesan ini.
         Jadi bukan tiap tahun bikin pesta undang teman-teman, lalu tiup lilin, potong kue, bernyanyi-nyanyi, memberi kado. Pola seperti ini sama sekali tidak diajarkan di dalam agama kita dan cenderung tidak ada manfaatnya, bahkan kalau mau jujur, justru merupakan cerminan dari sebuah mentalitas bangsa terjajah yang rela mengekor pada tradisi bangsa lain.
      ‘’ Bukankah Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari padanya? Lalu mengapa kita bangsa Islam ini harus mengekor pada tradisi bangsa lain yang jauh lebih rendah?
   ‘’’      Mungkin jawabannya yang paling jujur adalah…istafti qalbak….
    ‘’’’        Mintalah fatwa kepada hati nuranimu


*** TIGA CAHAYA DI HARI KIAMAT ***


·       TIGA CAHAYA DI HARI KIAMAT


Dihari kiamat ada 3 cahaya yang berlainan :

1. Cahaya pertama seperti bintang-bintang
2. Cahaya kedua seperti cahaya bulan
3. Cahaya ketiga seperti cahaya matahari

 Apabila ada yang bertanya cahaya apakah ini? Lalu dijawab sebagai berikut:
                    

"Cahaya yang pertama ialah cahaya wajah-wajah manusia yang ketika didunia, mereka akan meninggalkan pekerjaan dan terus bersuci dan mengambil air sembahyang apabila mendengar azan"                                                                                                        

"Cahaya Yang kedua adalah cahaya wajah mereka yang mengambil air sembahyang sebelum azan"                                                                                                                                  

"Cahaya yang ketiga ialah cahaya mereka seperti matahari. Mereka di dunia sudah bersiap sedia di dalam mesjid sebelum azan lagi"

           
·         TIGA MACAM ORANG BERAGAMA                                                                                 


1. Orang yang selamat (dari siksaan akhirat) yakni orang yang senantiasa memenuhi segala perintah dan menghindari segala larangan

2. Orang yang beruntung yakni orang yang atas kehendaknya sendiri, berbuat kebajikan yang mendekatkan orang kepada Allah dan menunaikan yang sunnah

3. Orang yang merugi, yakni orang melalaikan kewajiban yang diembankannya. Jika engkau tak mampu menjadi orang yang beruntung, maka setidaknya berupayalah menjadi orang yang selamat
                                                                                                                                 
·          TIGA MACAM ORANG SEHUBUNGAN DENGAN YANG LAIN         

1. Orang yang bisa menempati kedudukan para mulia dan malaikat yakni dengan mencurahkan dirinya untuk membahagiakan sesamanya

2. Orang yang menempati kedudukan binatang dan benda benda mati yakni orang yang tidak menguntungkan ataupun merugikan sesamanya

3. Orang yang menempati kedudukan kalajengking, ular dan binatang buas pemangsa, yakni orang yang tidak bisa diharapkan akan memberikan kebaikan , tetapi dikhawatirkan akan merugikan

·           *  TIGA MACAM ORANG YANG MENDAPAT PERLINDUNGAN                                        
·          
·         3 macam orang yang Allah berikan perlindungan.:

1.
       Orang yang masuk mesjid karena Allah, ia menjadi tamu Allah hingga pulangnya kerumah.
                                                                       
2.
      Orang yang berziarah kepada saudaranya seakidah karena Allah , hingga kembali pulangnya kerumah

3.
       Orang yang berhaji dan umrah karena Allah , ia menjadi tamu Allah hingga kembali kepada keluarganya dirumah

·         TIGA PERKARA YANG MENJADI PERISAI API NERAKA

1Sedekah                                                                                                                               

‘’Rasulullah SAW bersabda, “Buatlah diantara kamu dan neraka tutup pemisah walaupun cuma dengan (bersedekah )dengan separuh butir kurma.                                                                
2. Berzikir                                                                                                                               

                        Rasulullah saw bersabda, “Ambillah perisai kamu sekalian ( yang bisa menjaga kamu ) dari api neraka , ucapkanlah 'Subhanallah (maha suci Allah) Walhamdulillah ( segala puji bagi Allah) Walaailaahaillah (tiada Tuhan selain Allah ) Wallaahuakbar (Allah maha besar)", Karena kalimat ini pada hari kiamat akan menjadi mukaddimat (yang berjalan di depan kamu) mu'aqqibat (yang berjalan dibelakang kamu ) dan menjadi Mujannibat (yang menjauhkan kamu dari api neraka). Kalimat ini adalah al-baaqiyat ash-shalihat (hal-hal yang baik yan masih tersisa).” (HR An-Nasa'i dan Al-Haakim dari Abu Hurairah r.a)

3. Mempunyai anak perempuan dan mendidiknya dengan baik

                        Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. "Tiada seorang dari umatku yang menanggung kehidupan tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan , lalu ia berbuat baik kepada mereka kecuali mereka akan menjadi tabir (pencegah) bagi dia dari api neraka.”
(HR al Baihaqi dari Aisyah r.a)

Semoga 3 hal diatas bisa mengingatkan kita untuk lebih meningkatkan ketakwaan dan menjadi penyemangat dalam meningkatkan kualitas beribadah. amin...



                                                                                                10 – 01 - 2013





Wallohu A’lam bish-Showab


                                                                                                                          Irfan Taufiq
                                                          2

Selasa, 19 Maret 2013

10 Tanda Hati yang Rusak


 10 tanda hati yang rusak

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.

Sahabat yang dirahmati Allah,
Allah SWT akan mempersoal hati manusia ketika dia datang bertemu dengan-Nya pada hari kiamat mengenai apa dilakukan semasa di dunia. Hal ini ditegaskan Allah SWT menerusi firman-Nya yang bermaksud : "Dan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannya. "
(Surah al-Israa ayat 36)
            Ini kerana hati manusia ibarat seorang raja yang boleh mengeluarkan arahan terhadap bala tenteranya. Dia boleh bertindak untuk menerus atau memberhentikan sesuatu peperangan jika dia melihatnya tidak memberi apa-apa keuntungan.
            Nabi SAW menganggap hati manusia sebagai perkara yang utama dalam diri manusia, jika ia baik, maka baiklah seluruhnya anggota manusia, tetapi jika sebaliknya ia jahat, maka jahatlah seluruh anggotanya.
            Nabi SAW bersabda maksudnya :
"Sesungguhnya dalam diri manusia itu ada seketul daging. Jika daging itu baik, maka baiklah seluruh anggota badannya tetapi seandainya daging itu rosak dan kotor, maka kotor dan rosaklah seluruh anggota badannya. Daging yang dimaksudkan ini adalah hati."
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim daripada Nu'man bin Basyir)
            Paling penting, setiap muslim perlu mencari jalan bagaimana mereka dapat meluruskan hati mereka daripada terkena penyakit berbahaya yang boleh mencacatkan hubungan mereka dengan Allah SWT pada hari kiamat nanti.
            Ini kerana sesungguhnya hati yang hidup adalah hati yang menjadi pangkal hidupnya iman, akhlak Islam dan mendapat hidayah daripada Allah SWT.
Sahabat yang dimuliakan,    

Allah SWT telah mengingatkan kita sebagai hamba-Nya agar membawa hati kita untuk bertemu-Nya pada hari kiamat dengan hati yang sejahtera.
            Firman Allah SWT yang bermaksud: "Iaitu pada hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna. Melainkan mereka yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (sejahtera). " (Surah as-Suy'araa ayat 88-89)             
Hati yang bersih itu adalah hati yang sejahtera dan selamat daripada penglibatan dalam perkara syirik, nifaq atau tidak mempercayai akan kebesaran Allah SWT.
 Setelah kita mengenal hati yang bersih dan sejatera, maka apakah pula ciri-ciri hati yang rusak?.
            ‘’Terdapat 10 perkara tanda-tanda hati yang rosak. Perkara-perkara tersebut adalah seperti berikut : 
1. Hati tidak merasa bersalah apabila terlibat melakukan dosa dan maksiat.
2. Tidak terasa untuk melakukan taubat apabila melakukan kesalahan. 
3. Merasa seronok bergelumang dalam dosa. 
4. Tidak mempedulikan perintah Allah, malah suka terbabit pada larangan-Nya. 
5. Benci kepada kebenaran dan cuba menghalang kemaraannya. 
6. Benci kepada orang-orang soleh atau mereka yang suka melakukan kebaikan. 
7. Suka bertengkar pada perkara yang tidak memberi manfaat untuk agama. 
8. Menerima rasuah, sogokan, riba dan perkara haram serta merasakan keseronokannya. 
9. Takut kepada orang yang gagah, tetapi sedikit pun tidak takut kepada Allah. 
10. Benci kepada perkara makruf dan suka kepada perkara mungkar. 

 Uraiannya :
1. Hati tidak merasa bersalah apabila terlibat melakukan dosa dan maksiat.

  ‘’Daripada Ibnu Masu’d radiallahu anhu berkata : Sesungguhnya orang mukmin itu memandang dosa-dosanya seperti orang yang berdiri di bawah gunung,yang mana dia (sentiasa) rasa takut yang gunung itu nanti akan menghempapnya,dan orang yang keji pula memandang dosa-dosa mereka seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, yang berkata : dengan hanya begini sahaja (iaitu dengan hanya ditepis dengan tangan sahaja) maka dengan mudah sahaja lalat itu terbang » (Hadis Riwayat Bukhari)’’

2. Tidak terasa untuk melakukan taubat apabila melakukan kesalahan.

  ‘’Orang yang telah rosak hatinya tidak mahu bertaubat kepada Allah SWT, sedangkan Rasulullah SAW sentiasa bertaubat 100 kali sehari.’’

  ‘’Nabi SAW bersabda yang bermaksud : "Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah,sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah setiap hari sebanyak 100 kali (Hadis Riwayat  Muslim)..’’ 

3. Merasa seronok bergelumang dalam dosa.

  ‘’Hati yang telah rosak adalah hati yang merasa seronok dengan maksiat dan dosa seperti orang-orang kafir. Sedangkan dunai ini syurga untuk orang kafir dan penjara untuk orang Islam...’’

  ‘’Nabi SAW bersabda maksudnya : " Dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan syurga bagi orang kafir."(Hadis Riwayat Ahmad, Muslim, dan At-Tirmidzi dari  Abu Hurairah. Sahih Al-Jami' - 3412)..’’

Orang-orang kafir berseronok melakukan maksiat dan kemungkaran. Mereka buru harta dunia siang dan malam, Mereka berhibur dengan muzik, menonton filem, meminum arak, bermain judi, memiliki wanita-wanuta cantik, dan makan-minum apa saja yg mereka suka dan memuaskan hawa nafsu mereka sepenuhnya maka itu adalah syurga untuk mereka. Sekiranya umat Islam terikut-ikut dengan cara hidup mereka dan menjadikan dunia ini seperti syurga maka di hari akhirat nanti mereka akan dijauhi dari syurga oleh Allah SWT.

4. Tidak mempedulikan perintah Allah, malah suka terbabit pada larangan-Nya.

  ‘’Orang mukmin sentiasa mematuhi segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya . Sedangkan orang fasik, munafik dan kafir tiadak akan memperdulikan perintah Allah SWT dan sentiasa melakukan larangan-Nya dan berseronok-seronok dengan maksiat.’’

  ‘’Firman Allah SWT maksudnya : "Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melampau batas, yang membuat kerosakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan." (Surah Asy-Syuaara ayat 151-152)..’’

5. Benci kepada kebenaran dan cuba menghalang kemaraannya.

  ‘’Firman Allah SWT maksudnya ; "Mereka (orang munafik) menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halang (manusia) dari jalan Allah. Sungguh betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan."

  ‘’Sifat orang munafik suka menghalang manusia dari jalan Allah, tidak suka tarbiah, tazkirah dan menarik balik tauliah para ulama yang berilmu dan menyampaikan dakwah. Hati golongan ini telah rosak dan ditambah lagi kerosakkan hati-hati mereka, nanti di akhirat mereka akan dihumbankan kedalam neraka.’’

6. Benci kepada orang-orang soleh atau mereka yang suka melakukan kebaikan.

  ‘’Sesiapa yang membenci orang soleh sebenarnya  dia menjauhkan dirinya kepada rahmat Allah SWT dan mendatangkan kemurkaan Allah SWT.’’

  ‘’Nabi SAW juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.’’

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

  “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang solih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan tukang besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak wangi olehnya, engkau boleh membeli darinya atau sekurang-kurangnya dapat baunya. Adapun berteman dengan tukang besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, paling kurang engkau dapat baunya yang tidak elok.” (Hadis Riwayat Bukhari dari Abu Musa.)..’’

7. Suka bertengkar pada perkara yang tidak memberi manfaat untuk agama.

  ‘’Suka bertengkar pada perkara yang tidak bermanfaat akan mematikan hati dan menimbulkan kebencian sesama muslim. Salah satu sifat orang munafik adalah suka bertengkar dan mempertahankan kebatilan dan pendapat yang menyalahi agama.’’

  ‘’Sabda Nabi SAW yang bermaksud ; "Mahukah kamu semua aku beritahu( sifat-sifat) ahli syurga? Para sahabat menjawab . "Ya", baginda bersabda," Setiap orang lemah dilemahkan, andainya dia meminta kepada Allah, nescaya Allah mengkabulkannya. Mahukah aku beritahu (sifat-sifat) ahli neraka? Setiap orang yang suka bertengkar dengan kasar ('utul) , berlagak (jawwaz) dan sangat sombong (mustakbir) (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)’’

8. Menerima rasuah, sogokan, riba dan perkara haram serta merasakan keseronokannya.

  ‘’Sabda Rasulullah SAW.  maksudnya :  “ Pemberi rasuah dan penerima rasuah akan masuk ke dalam api neraka”. (Hadis Riwayat at-Tabrani)..’’ 

Firman Allah SWT yang bermaksud :
  “Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah , bahawa Allah dan RasulNya akan memerangimu . Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(Surah Al- Baqarah ayat 278-279) 

Berdasarkan pemerhatian, punca-punca menyebabkan berlaku rasuah ialah bernafsu besar atau sifat tamak haloba, sikap mahu hidup mewah, memburu kekayaan dengan cepat, tidak bersyukur serta terikut-ikut dengan rakan-rakan sekerja. Orang yang suka mengambil riba pula sebenarnya melanggar hukum Allah SWT yang jelas mengharamkan riba seksaannya cukup berat dihari akhirat nanti.

9. Takut kepada orang yang gagah, tetapi sedikit pun tidak takut kepada Allah.

  ‘’Orang yang telah rosak hatinya dia takut kepada manusia, jin dan syaitan lebih daripada Allah SWT. Orang mukmin hanya bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT. Semua makhluk tidak boleh mendatangkan mudarat kepada kita melainkan dengan izin Allah SWT.’’

  ‘’Firman Allah SWT maksudnya : "Jika Allah menyentuhkan kemudharatan bagi mu, tidak ada yang boleh menghilangkannya selain Allah, Jika Allah memberikan kebaikan pada-Mu maka tidak ada yang boleh menolaknya, Allah memberikan kepada siapa saja diantara hamba yang Dia kehendaki, Dialah Allah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang ..." (Surah Yunus ayat 107)’’

10. Benci kepada perkara makruf dan suka kepada perkara mungkar.

  ‘’Sifat orang fasik dan hatinya telah rosak adalah benci pada makruf dan suka kepada kemungkaran. Sedangkan Allah SWT berfirman dalam surah Ali-Imran, ayat 110 yang bermaksud:  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan kepada manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah daripada yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”

Sahabat yang dikasihi,
Marilah sama-sama kita meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Jagalah hati-hati kita supaya sentiasa sihat, sejahtera dan menjaganya supaya tidak rosak binasa. Jauhilah 10 perkara yang menyebabkan hati kita akan rosak . Jika dah rosak makan masa hendak dipulihkan, maka dari itu teruskan kita mendekati orang soleh, banyakkan berdakwah dan bekerja untuk Islam supaya hati kita sentiasa dekat dengan Allah SWT dan sentiasa mendapat rahmat-Nya.