“” Dampak DOSA dan
MAKSIAT “”
Setiap kita tentunya menginginkan kehidupan yang baik,
bahkan lebih baik. Kehidupan yang baik tersebut akan kita dapat jika kehidupan
kita dinaungi keridhaan Allah SWT. Kehidupan yang baik didasari ketakwaan kepada
Allah. Faktor materi berupa kekayaan, pangkat dan jabatan tidak bisa menjadi
standar pertama dalam menilai baiknya kehidupan seseorang. Karena takwa adalah
standar utama dalam mengukur baiknya kehidupan.
Untuk mendapatkan kehidupan yang
diridhai Allah SWT. perlu usaha dan perjuangan. Karena tidak sedikit godaan,
baik dari dalam diri maupun dari luar yang bisa memalingkan kita dari upaya
menggapai ridha Allah SWT. Tidak sedikit sarana-sarana yang bisa
menggelincirkan kita berbuat dosa dan maksiat. Padahal dosa dan maksiat adalah
sumber kesengsaraan hidup. Dosa dan maksiat menjauhkan seseorang dari hidup
penuh kebaikan dan kebahagiaan. Maka agar kita bisa terhindar dari maksiat dan
dosa, mari kita telusuri dampak dari kedua hal tersebut. Karena mengetahui
bahaya dari sesuatu bisa mendorong kita untuk menjauhi hal tersebut.
-
Dampak dari perbuatan dosa dan
maksiat :
(1) Pertama : Rasa gundah
dan gelisah.
-
Dampak ini menurut ‘Aidh Al-Qarni
seorang Ulama Islam terkemuka merupakan dampak yang paling menonjol. Allah SWT.
berfirman:
وَمَنْ
أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ
بَصِيرًا قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ
تُنْسَى
‘’
Artinya: Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam Keadaan buta". Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan buta, Padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?". Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari
ini kamupun dilupakan". (Taha: 124-126).
Ketika ketenangan jiwa menjadi sutau yang sangat
berharga, maka seorang yang seringkali berbuat maksiat dan dosa tidak dapat
merengkuhnya. Rasa gelisah menandakan hilangnya ketenangan jiwa. Kekayaan yang
melimpah dan kekuasaan yang meluas tanpa ketenangan jiwa adalah nonsen. Rasa
gelisah bisa menghancurkan kenikmatan-kenikmatan kasat mata.
(2) Kedua :Terhalangnya rizki.
-
Para Ulama membagi dampak ini kepada
dua bentuk, pertama terhalangnya turun rizki itu sendiri, kedua terhalangnya
keberkahan dari rizki yang turun. Perbuatan maksiat dan dosa bisa membuat
seseorang menjadi miskin dan berada dalam kesengsaraan. Dan bisa menyebabkan
tercerabutnya keberkahan dari rizki yang ada, meskipun rizki datang namun tidak
ada keberkahan di dalamnya.
‘’
Benarlah apa yang diungkapkan oleh Sahabat Rasulullah Saw. Ibnu Abbas
ra.: Bahwa kebaikan itu memberikan kecerahan pada wajah dan cahaya di
hati, kelapangan rizki, mahabbah (kecintaan) pada hati makhluk. Dan
kemaksiatan itu menyebabkan warna hitam (kegelapan) pada wajah dan hati,
kesempitan rizki dan kemarahan di hati makhluk.
(3)
Ketiga : Maksiat dan dosa bisa menyebabkan lupa.
Dikisahkan
oleh Imam Ibnu Taimiyah bahwa seorang fulan berkata bahwa: Ia pernah melihat
sesuatu yang haram, sehingga ada orang saleh yang menegurnya, apakah engkau
tadi melihat sesuatu yang haram (dilihat)?, sungguh engkau akan merasakan
dampaknya meskipun nanti pada waktu yang akan datang, kata orang saleh. Maka
hafalan Al-Qur’an akupun hilang ketika aku berumur lebih dari empat puluh
tahun.
Imam Syafi’i pernah mengadu kepada guru beliau Imam
Waki’ lantaran lemahnya hafalan. Maka Imam Waki’ berwasiat agar muridnya itu
meninggalkan maksiat. Maka ketika Imam Waki’ ditanya tentang resep yang paling
jitu untuk menugatkan hafalan beliau menjawab dengan: Demi Allah aku tidak mendapatkan
resep yang paling ampuh untuk hafalan dibanding meninggalkan maksiat.
(4) Keempat : Timbulnya rasa marah
pada hati makhluk.
‘’ Cinta
dan murka yang ada pada diri makhluk pada dasarnya datang dariAllah SWT.
Karena itu kita bisa memahami hadits
dalam kitab Shahih Bukhari: Apabila Allah SWT. cinta terhadap seorang hamba, ia
akan berkata kepada Jibril “Aku mencintai fulan”, maka Jibrilpun ikut
mencintainya. Maka Jibril menyampaikan kepada penuduk langit bahwa Allah SWT
cinta kepada fulan maka cintailah ia, maka mereka mencintai fulan tersebut,
kemudian ditetapkan baginya rasa penerimaan di Bumi. Dan apabila Allah SWT.
murka kepada seorang fulan maka ia akan berkata kepada Jibril bahwa ia murka
terhadap seorang fulan, maka Jibrilpun murka terhadapnya dan ia menyampaikan
kepada Malaikat bahwa Allah SWT. murka terhadap fulan maka merekapun murka
kepadanya, kemudia ditetapkan kemurkaan baginya di Bumi.
(5)
Kelima : Rasa keterasingan dan kesenjangan dari Allah SWT.
‘’ Keterasingan
ini menghilangkan kenikmatan dan kebahagiaan dalam hidup. Harta dan anak tidak
lagi menjadi nikmat. Kemapanan materi tidak bisa mengalahkan besarnya derita
yang timbulkan karena rasa keterasingan dari Allah SWT. tersebut. Rasa
keterasingan ini memiliki beberapa dampak diantaranya:
1.
Hilangnya rasa percaya terhadap janji
Allah SWT.
Tidak yakin terhadap balasan kebaikan, surga dan seterusnya. Ketika membaca
mushaf tidak yakin dengan janji Allah SWT. tentang kebaikan dan kenikmatan.
Ayat-ayat kabar gembira itu hanya berlalu tanpa membekas sedikitpun dalam
dirinya karena memang ia tidak yakin dengan ayat-ayat tersebut.
2.
Tidak bisa husnu zhan dengan Allah
SWT.
3.
Tidak mau menuduh dirinya bersalah. Karena memang seakan
hubungannya sudah terputus dari Allah SWT. Firman-firman Allah SWT. tidak
membuatnya terpengaruh apalagi untuk introspeksi diri. Dan ini
adalah diantara tanda munafik. Imam Hasan basri berkata: “Tidak takut kepada
Allah SWT. kecuali orang mukmin, dan tidak merasa aman dari siksa Allah SWT.
kecuali orang munafik”.
(6) Keenam : Umur yang berlalu sia-sia.
‘’ Bahwa
waktu adalah aset yang paling berharga bagi manusia, karena waktu yang sudah
berlalu tidak bisa kembali dan tergantikan. Sayang sekali kehidupan di Dunia
yang berlalu begitu cepat ini diisi dengan kemaksiatan dan dosa. Padahal umur
yang kita jalani di Dunia sebagaimana yang diungkapkan Al-Qur’an ketika
menggambarkan fenomena Akhirat nanti:
كَأَنَّهُمْ
يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
‘’Pada hari mereka melihat hari berbangkit
itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar
saja) di waktu sore atau pagi hari. (An Nazi’at: 46).
Batapa merugi orang yang mengisi
waktu dan umurnya di Dunia ini dengan dosa dan maksiat. Padahal Dunia adalah
tempat dimana Muslim mengumpulkan bekal untuk menuju Akhirat.
(
7) Ketujuh : Mendapat adzab di Akhirat.
‘’ Bahwa
siksaan di Ahirat sangat pedih. Dunia tempat menanam dan Akhirat tempat menuai.
Siapa yang ingin dibebaskan dari Neraka maka hendaknya ia meninggalkan jauh-jauh
kemaksiatan dan dosa. Karena Neraka betapa pedih dan menghinakan penghuninya.
Allah SWT. berfirman:
رَبَّنَا
إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنْصَارٍ
‘’ Artinya:
Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka,
Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim
seorang penolongpun. (Ali Imran: 192).
Dan siapa yang selamat dari Neraka
maka sungguh ia telah beruntung. Allah SWT. berfirman:
فَمَنْ
زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُور ِ
‘’Artinya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185).
Semoga Allah SWT. senantiasa
memberikan kita kekuatan untuk bisa meninggalkan kesia-siaan apalagi maksiat
dan dosa.
Semoga Allah SWT. menetapkan kita dalam Islam dan
Iman.
Mengarahkan hati kita untuk senantiasa taat dan
mengingatNya
09 September 2013
Irfan Taufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar