Kamis, 17 Oktober 2013



Pengertian Akhlak



Secara etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq (أخلاق) dalam bentuk jama’, sedang mufradnya adalah khuluq (خلق). Selanjutnya makna akhlak secara etimologis akan dikupas lebih mendalam.

Kata khuluq (bentuk mufrad dari akhlaq) ini berasal dari fi’il madhikhalaqa yang dapat mempunyai bermacam-macam arti tergantung pada mashdar yang digunakan. Ada beberapa kata Arab yang seakar dengan kataal-khuluq ini dengan perbedaan makna. Namun karena ada kesamaan akar kata, maka berbagai makna tersebut tetap saling berhubungan. Diantaranya adalah kata al-khalq artinya ciptaan. Dalam bahasa Arab kata al-khalq artinya menciptakan sesuatu tanpa didahului oleh sebuah contoh, atau dengan kata lain menciptakan sesuatu dari tiada,[1] dan yang bisa melakukan hal ini hanyalah Allah, sehingga hanya Allahlah yang berhak berpredikat Al-Khaliqatau Al-Khallaq sebagaimana yang diungkapkan dalam QS. al-Hasyr ayat : 24هو الله الخالق البار ئ المصوّر dan QS. Yasin ayat 81 yang berbunyi بلى و هو الخلاق العليم . Di samping itu masih ada arti lain yaitu, pertama mereka-reka/merekayasa, misalnya dalam QS. Al-Mu’minun ayat 14 فتبارك الله أحسن الخالقين diartikan Maha Suci Allah Sang Perekayasa yang terbaik, dan QS. Al-Ankabut ayat 17 yang berbunyi و تخلقون إفكا diartikan …dan kalian mereka-reka bohong. Kedua, al-din (agama) misalnya QS. Al-Nisa ayat 119فليغيّرنّ خلق الله diartikan …maka mereka benar-benar merubah ciptaan (agama) Allah (yang berupa hukum-hukum-Nya).[2] Ketiga, rusak, misalnyaأخلقه الثوب artinya memakaikan pakaian rusak.[3] Arti lain yang hampir mirip dengan al-khaliq adalah kata khalaqa yang artinya bergaul dengan orang lain, seperti ungkapan syair :



خالق الناس بخلق حسن ÷ لا تكن كلبا على الناس يهرّ



(Artinya : Pergaulilah orang lain dengan pergaulan yang baik, Jangan seperti anjing yang menggonggongi orang). Kemudian kata al-khalaq yang diartikan bagian yang baik, seperti disebutkan dalam al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 102 وماله فى الأخرة من خلاق diartikan : Dan tidak ada baginya bagian yang baik di akhirat (nanti).

Arti-arti di atas mempunyai konsekuensi logis dalam penggunaan kata al-khuluq yang diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.[4] Sehingga dapat dijelaskan al-khuluq (budi pekerti) mengandung segi-segi penyesuaian dengan makna di atas. Oleh karena itu, al-khuluq itu sifatnya diciptakan oleh si pelaku itu sendiri, dan ini bisa bernilai baik (hasan) dan buruk (qabih) tergantung pada sifat perbuatan itu. Kemudian al-khuluq itu bisa dianggap baik dengan syarat memenuhi aturan-aturan agama. Sifat al-khuluq itu tidak hanya mengacu pada pola hubungan kepada Allah, namun juga mengacu pada pola hubungan dengan sesama manusia serta makhluk lainnya. Bila khuluq seseorang itu baik maka ia akan mendapatkan kebaikan (kebahagiaan) di akhirat nanti.

Selanjutnya kata al-khuluq ini juga mengandung segi-segi penyesuaian dengan perkataan al-khalq yang berarti ciptaan serta erat hubungannya dengan kata al-Khaliq yang berarti pencipta, dan perkataanmakhluq yang berarti yang diciptakan. Perumusan pengertian tersebut timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antarakhaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk lainnya. Sehingga pola-pola hubungan ini menjadi pembahasan ruang lingkup akhlak.

Inilah ciri khusus kata akhlak dalam bahasa Arab yang digunakan untuk menyebut perangai manusia dalam kajian bahasa (etimologi).

Sementara itu dari sudut terminologi (istilah), ada banyak pendapat yang mengemukakan istilah akhlak. Diantaranya adalah yang dikemukakan Al-Ghazali [5] :



فالخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عن تصدرالأفعال بسهولة ويسرمن غيرحاجة إلى فكر ورؤية،فان كانت إلهيئة بحيث تصدرعنها الأفعال الجميلة المحمودة عقلا وشرعا سميت تلك الهيئة خلقا حسنا وإن كان الصادرعنها الأفعال القبيحة سميت تلك الهيئة التى هى المصدر خلقا سيئا



Artinya :

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka sifat itu disebut akhlak yang baik, dan bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka disebut akhlak yang buruk.

Pengertian di atas memberikan pemahaman bahwa al-khuluq disebut sebagai kondisi atau sifat yang terpatri dan meresap dalam jiwa, sehingga si pelaku perbuatan melakukan sesuatu itu secara sepontan dan mudah tanpa dibuat-buat, karena seandaianya ada orang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk dilakukan (mungkin karena terpaksa atau mencari muka), maka bukanlah orang tersebut dianggap dermawan sebagai pantulan kepribadiannya. Sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa itu juga disyaratkan dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi.

Ibnu Maskawih memberikan definisi senada mengenai istilah khuluqsebagai berikut :

الخلق حال للنفس داعية لهاإلى أفعالها من غير فكر ورؤية [6]

Artinya: Khuluq ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pemikiran.

Dijelaskan pula oleh Ibnu Maskawaih bahwa keadaan gerak jiwa tersebut meliputi dua hal. Yang pertama, alamiah dan bertolak dari watak, seperti adanya orang yang mudah marah hanya karena masalah yang sangat sepele, atau tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang biasa saja, atau sedih berlebihan hanya karena mendengar berita yang tidak terlalu memprihatinkan. Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan atau latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian menjadi karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan manifestasi iman, Islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat melahirkan perilaku secara konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasar interes tertentu. Sifat dan jiwa yang melekat dalam diri seseorang menjadi pribadi yang utuh dan menyatu dalam diri orang tersebut sehingga akhirnya tercermin melalui tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari bahkan menjadi adat kebiasaan. Oleh karena itu secara singkat Ahmad Amin menyatakan:

الخلق عادة الإرادة [7]

Artinya: Khuluq ialah membiasakan kehendak.

Yang dimaksud dengan ‘adah (عادة) ialah perbuatan yang dilakukan berdasarkan kecenderungan hati yang selalu diulang-ulang tanpa pemikiran dan pertimbangan yang rumit; sedangkan yang melakukan dengan iradah(الإرادة) ialah menangnya keinginan untuk melakukan sesuatu setelah mengalami kebimbangan untuk menetapkan pilihan terbaik diantara beberapa alternatif. Apabila iradah sering terjadi pada diri seseorang, maka akan terbentuk pula pola yang baku, sehingga selanjutnya tidak perlu membuat pertimbangan-pertimbangan lagi, melainkan secara langsung melakukan tindakan yang sering dilaksanakan tersebut. Definisi yang terakhir ini mendukung dua definisi di atas dengan penjelasan secara rinci tentang pembiasaan kehendak. Di mana Zakki Mubarak menegaskan bahwa arti kehendak itu adalah sesuatu yang membangkitkan hati pada apa yang ia ketahui yang sesuai dengan tujuan, baik itu tujuan sementara ataupun tujuan yang akan datang.[8]

Kembali pada masalah akhlak yang dibatasi sebagai suatu kondisi atau sifat yang tertanam dalam jiwa manusia. Keadaan atau sifat ini bisa merupakan watak atau pembawaan sejak lahir, seperti pemarah, penakut, mudah risau, pemberani, dermawan dan sebagainya, dan biasanya merupakan hasil pembiasaan atau latihan yang kadang-kadang sumber asalnya dengan mempertimbangkan dan berpikir tentang perbuatan yang akn dilakukan kemudian berlangsung terus menerus sehingga sedikit demi sedikit sifat itu meresap dalam jiwa dan menjadi akhlak. Memang harus diakui bahwa manusia dilahirkan dengan membawa seperangkat watak, ada yang berwatak baik, berwatak buruk, dan ada pula yang berwatak di antara baik dan buruk. Watak-watak tersebut turut menentulan bentuk akhlak seseorang di samping faktor pembiasaan dan latihan tadi.

Dalam pembahasan tentang akhlak sering muncul beberapa istilah yang bersinonim dengan akhlak, yakni istilah etika dan moral. Berikut ini akan dikupas pengertian etika dan moral.





[1] Lihat, Abu al-Fadhal Jamal al-Din Muhammad Ibn Mukram Ibn Manzhur (selanjutnya disebut Ibnu Manzhur), Lisan al-Arab, Jilid X, Beirut : Dar al-Fikr, 1990, hal. 85. Lihat juga, Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Cet. XXXIII, Beirut : Dar al-Masyriq, 1986, hal. 193. Di dalam pemakaian bahasa Arab kata khalaqa dan ja’aladibedakan pengertiannya. Arti ja’ala adalah menciptakan sesuatu yang masih berhubungan dan terikat dengan yang lain, atau dengan kata lain menciptakan dari materi yang telah ada. Sementara khalaqa berarti sebaliknya. Lihat Abu al-Baqa’ Ayub Ibn Musa al-Husaini, Al-Kulliyat, Cet. II, Beirut : Mu’assasah, 1993, hal. 429-430.

[2] Ibnu Manzhur, Ibid., hal. 86.

[3] Luwis Ma’luf, Op. Cit., hal. 194.

[4] Ibid., hal. 195. Bandingkan dengan Faruq ‘Abd al-Mu’thi,Nushus wa Mushthalahat al-Falsafah, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1993, hal. 319.

[5] Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, Mesir : Isa Bab al-Halaby, t. th., hal. 52. Lihat juga, Syarif Ali Ibn Muhammad al-Jurjani,Kitab al-Ta’rifat, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t. th., hal. 101.

[6] Ibn Maskawih, Tahdzib al-Akhlaq fi al-Tarbiyah, Cet. I, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1985, hal. 25.

[7] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, Cet. III, Kairo : Dar al-Mishriyah, 1929, hal. 5-6.

[8] Zakki Mubarak, Al-akhlaq Ind al-Ghazali, Kairo : Dar al-Kitab al-‘Arabi, t. th., hal. 115.

















11 , Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar